Jumat, 18 Juni 2021

MEMBANGUN KEMANDIRIAN

“MEMBANGUN KEMANDIRIAN”

Dikutib dari Majalah Tarbawi (edisi 82 Th.5)


                Badai krisis belum juga berlalu. Krisis pun seolah menjelna sebagai sesuatu yang keberadaannya menakutkan. Hingga hanya ada satu lontaran pertanyaan universal, kapan krisis berakhir. Akibat krisis yang makin merajalela, puluhan perusahaan gulung tikar, belasan potensi bisnis musnah, ratusan investor kelelahan dan meninggalkan arena bisnis yang tak lagi menguntungkan. Ribuan orang kesulitan mendapatkan pekerjaan, jutaan yang lain kehilangan pekerjaan dan puluhan juta keluarga menjalani hidup di bawah garis kemiskinan.

Di negara ini hingga akhir tahun 2003, jumlah penganguran menembus angka 42 juta. Sebagai perbandingan, di negeri Paman Sam pada tahun 1999, tiap hari 3000 orang terkena PHK. New York Times juga melaporkan bahwa 75 persen dari seluruh rumah tangga AS mempunyai pengalaman “dekat”dengan PHK sejak tahun 1980. Begitulah keadaan negeri yang jadi icon dunia itu. Krisis memang tidak pandang bulu, dia akan menyerang siapapun, si kuat apalagi si lemah, jika lengah dan salah.

Fenomena ini membuat para pelaku ekonomi dan pekerja merasa tidak aman beraktivitas. Tak sedikit yang merasa dihantui pemecatan. Tidak peduli apakah ia staf, manajer, direktur perusahaan swasta atau pun pemerintah. Hingga muncul idiom, kini tidak ada pekerjaan keamanan.

Kita telah diingatkan oleh Allah SWT dalam firman-Nya, “Dan sungguh akan Kami berikan cobaan padamu, dengan sedikit ketakutan, kelaparan, kekurangan harta jiwa dan buah-buahan. Dan berikanlah berita gembira pada orang-orang yang sabar”. (2:55)

Efek krisis, dominasi terbesarnya dirasakan para korbannya. Perintah untuk bersabar itu mengharuskan mereka menelusuri kembali proses ravitalisasi terhadap kapasitas inti mereka, yang berupa pemikiran, spirit, emosi, fisik dan jaringan sosial. Harus ada intervensi khusus pada kapasitas ini.

Peter Drucker, seorang pakar managemen mengatakan, “Yang paling berbahaya dari krisis bukan krisis itu sendiri, melainkan fikiran yang jadi pedoman tindakan kita, yang memang sudah ketinggalan zaman.” Dengan bahasa yang berbeda Steven R Covey, penulis buku Tujuh Kebiasaan yang Efektif mengatakan soal shitf of paradigm atau perubahan pola fikir. Lebih jelas lagi Einstein menegaskan, “Kita tidak dapat memecahkan masalah pada tingkat berfikir yang sama ketika masalah itu diciptakan”.

Maka sadarilah, sangat perlu bagi kita untuk meng-upgrade pengetahuan. Misalnya dengan membaca, berdiskusi, menghadiri seminar atau pelatihan, pergi keperpustakaan serta selancar di internet. Karena jenis alat itulah yang terbukti dapat menjadikan kita berpengetahuan dan berketrampilan.

Kita tidak bisa melakukan suatu tindakan jika tidak mempunyai motivasi. Kita tidak akan pernah termotivasi jika tidak mengetahui manfaatnya. Maka tindakan mengetahui menjadi sesuatu yang sangat prioritas. Inilah mengapa para ahli psikolog dan kepribadian mengatakan bahwa titik yang palingmengakar dari struktur kepibadian manusia ada di fikirannya. Anda menentukan masa depan dengan fikiran dan gambaran yang Anda pegang hari ini.

Di masa kini dan mendatang, apa yang harus kita lakukan adalah mengenali dan menyelesaikan masalah dengan cepat. Camkan, bahwa saat ini pertumbuhan masalah lebih cepat dari pemecahan masalah itu sendiri. Jay Lavison dalam bukunya Gorilla Marketing menyebutkan beberapa aturan yang perlu kita miliki dalam menyongsong masa depan.

1.         Bersiaplah merubah baju kita. Perhatikan apa yang selama ini jadi context dari keyakinan, keinginan, pengetahuan dan tindakan kita. Sudahkah itu semua sesuai dengan prinsip-prinsip kebenaran. Jika sudah, tingkatkan dan dalami lagi. Jika belum, mintalah bimbingan dari profesional, saleh dan berintegritas. Ini penting untuk mendapatkan dan mengenali moment of truth dalam kehidupan kita.

2.         Belajarlah mencintai jaringan (network). Bangunlah aset yang sangat berharga ini, kelak ia akan bermanfaat bagi kehidupan kita.

3.         Dunia di zaman ini adalah dunia yang terhubung melalui kabel komunikasi, hadapilah. Miliki pulaketerampilan jenis ini, seperti mengakses internet, yang memudahkan kita bergerak dan cepat mendapat informasi.

4.         Apa yang kita peroleh tergantung pada apa yang kita pelajari. Mulailah untuk belajar kembali. Cari dan bentuklah lingkkungan yang selalu menerapkan metode pembelajaran. Bersemangatlah untuk menjadi pembelajar sejati, karena kualitas kemandirian adalah hasil dari belajar, inovasi dan perbaikan terus menerus.

Dalam In Search Of Excellence, Tom Peters berpendapat tentang masa depan, “Gabungkan semua dan Anda akan memperoleh sesuatu yang agak mengejutkan. Tidak ada penolakan atas masa lampau di sini. Keahlian menjadi lebih penting dari waktu sebelumnya, dan tidak berkurang. Keahlian telah berubah hampir tidak terkenali. Jika tidak memiliki keterampilan, motivasi, semangat terhadap sesuatu, Anda akan menghadapi masalah.”

Inilah perbekalan yang perlu dimiliki tiap pribadi dalam memunculkan kemandirian. Tiada hal yang dapat membuat kita bangga selain hidup dalam kemandirian. Raihlah kemandirian dengan semangat do’a dan usaha.

Tidak ada komentar: