Kewaspadaan kita dalam mengkafirkan seorang muslim tidaklah
menghalangi kita dari melihat betapa maraknya penyelewengan yang telah
menimpa sebagian besar orang-orang Islam di zaman ini. Memang benar…
Mereka itu umat Islam, tetapi, mereka telah tenggelam dalam kemaksiatan
dan derajat iman mereka berada di jurang yang paling rendah.. jauh dari
hidup yang mulia !
Latarbelakang keadaan ini sangatlah panjang kisahnya. Dimulai saat perluasan kekuasaan dan kesibukan pada urusan kenegaraan dan pemerintahan. Perluasan dan kesibukan ini secara berangsur-angsur memakan korban sahabat-sahabat Nabi saw yang terbaik. Mereka telah terjun ke tengah-tengah medan untuk meneruskan tugas mengembangkan dakwah Islam dengan jihad dan dakwah yang paling cemerlang.
Setelah meninggalnya Rasulullah saw, mereka bertebaran
di segenap pelosok negeri laksana sinar matahari yang menyinari negeri
di timur dan barat, mereka bertebaran dengan tujuan menyebarkan Islam
dan menghancurkan segala taghut, membawa rahmat ke seluruh dunia dan
memimpin manusia kepada surga.
Namun di tahun-tahun terakhir
sebelum abad pertama Islam berlalu, penyelewengan mulai menyerap masuk
ke dalam generasi baru yang bakal menggantikan generasi pertama Islam
yang unik itu. Keteguhan di dalam dakwah dan jihad mulaii kendor padahal
sepatutnya mereka meneruskan dakwah dan jihad untuk menghapuskan taghut
yang masih ada.
Ketika semangat umat Islam mulai menurun itulah,
muncullah Umar bin Abdul Aziz, seorang pemimpin Islam yang unik,
dilahirkan oleh Allah untuk umat ini.
Beliau dianugerahkan jiwa
yang tinggi. Beliau melihat sedikit penyelewengan dan kelengahan dakwah
dan jihad, sebagai tanda awal terjadinya penyelewengan dan penyimpangan.
Beliau memandang berat keadaan umat jihad yang telah berkurang daya
juangnya lalu beliau berkata dengan nada sedih:
”Sesungguhnya aku
sedang merawat satu urusan yang tidak seorang pun dapat menolongnya
kecuali Allah. Sesungguhnya di atasnya telah mati orang tua, orang yang
kecil telah membesar, orang Ajam telah mahir berbahasa Arab dan Arab
Baduwi telah berhijrah sehingga mereka memandang sesuatu yang bukan
agama sebagai agama. Mereka tidak melihat kebenaran selain daripada
itu.”
Itulah kalimat yang telah diucapkan khalifah Umar bin Abdul
Aziz dengan rasa sedih yang mendalam sedangkan beliau telah memegang
tampuk pimpinan umat yang menguasai seluruh bangsa sekitarnya,
tersebarnya kebaikan dan umat berhukum kepada syariat Allah secara
umumnya.
Namun perasaan gusar seorang yang beriman terhadap
dosa-dosa kecil, bid’ah, kezaliman yang ringan dan maraknya gaya hidup
mewah. Itulah jiwa mukmin yang terlalu sensitif dan peka terhadap makna
keadilan dan kezaliman, kesertaan sunnah dan bid’ah, nilai juang namun
senang istirahat.
Oleh yang demikian, seorang mukmin harus
senantiasa berusaha mencari kemuliaan yang lebih sempurna. Mereka tidak
akan memejamkan matanya dan tidak akan mengelukan lidahnya dari
sembarang penyelewengan yang berlaku.
Generasi Kita Yang Terpedaya (Mangsa Keadaan !)
Beberapa
generasi telah berlalu Setelah zaman pemerintahan Umar. Islam
seterusnya didukung oleh pahlawan-pahlawan Islam dan para reformis.
Tetapi pada waktu lain, berlaku juga keburukan. Hingga kita dapati umat
Islam pada waktu ini tunduk kepada rekayasa Yahudi dan negara-negara
kafir.
Kekayaan mereka dirampas, iman menjadi lemah, neraca
kehidupan mereka bertukar dan hukum Al-Qur’an telah ditolak. Musuh-musuh
juga mendidik anak-anak orang Islam dengan ideologi yang bertentangan
dengan Islam, berada dibawah pelbagai nama dan samaran dusta. Sekiranya
masih ada sedikit iman dalam diri mana-mana muslim, masih ada rasa muyul
(kecenderungan) agama yang dapat memeliharanya dari keluar dari
agamanya, mereka akan menjadi korban pula kepada kepalsuan dan pelbagai
topeng dusta lainnya.
Akhirnya mereka terpedaya dan terjerumus
pada arus politik, sasterawan dan orientalis yang tidak benar-benar
memahami Islam. Mereka memperalatkan dalil-dalil Al-Qur’an dan hadits
yang umum atau kadangkala dengan hadits-hadits palsu yang dimanipulasi
untuk menciptakan sistem politik dan ekonomi yang didakwa atau dilabel
sebagai sistem Islam tanpa langsung mengikuti kaedah usul fiqh dan
memenuhi syarat-syarat ijtihad.
Oleh karena itu, tribulasi yang
dihadapi oleh umat Islam pada hari ini tidak hanya terbatas pada
menjabatnya pemimpin yang sesat saja, namun juga menjangkau kepada
persoalan pendidikan. Kurikulum pendidikan dan pelajaran, kantor-kantor
di universitas, berita-berita, majalah-majalah dan seluruh media massa
digunakan untuk menghapuskan pemikiran dan nilai-nilai Islam di seluruh
dunia Islam. Hingga orang yang mudanya terperangkap di dalam rencana
jahiliyah blok barat dan blok timur itu indah dan merasa bangga karena
menyangka dirinya terlepas dari belenggu kekolotan.
Orang Islam
yang suka akan maksiat pada hari ini adalah mangsa pendidikan tersebut,
untuk diganti menjadi fasiq dan supaya mereka mudah dijadikan kuda
tunggangan oleh para taghut tersebut pada akhirnya.
Demikianlah
rekayasa jahiliyah sejak dahulu lagi yang diwarisi oleh taghut moden
dari taghut sebelumnya. Jika dilihat silsilahnya, akan sampai kepada
Fir’aun. Allah SWT berirman:
فَاسْتَخَفَّ قوْمَهُ فَأ طاعُوهُ إِنَّهُمْ كانُوا قوْمًا فَاسِقِينَ
“Lalu Firaun memperbodoh (menyesatkan) kaumnya, lalu mereka mengikutnya. Sesungguhnya mereka itu kaum yang fasik.” (Az-Zukhruf:54)
Inilah
tafsir yang benar terhadap sejarah. Hanya orang-orang yang fasik saja
yang bisa diperdaya oleh Firaun (lama atau modern). Orang yang beriman
kepada Allah tidak akan dapat diperdaya oleh thaghubt dan tidak akan
taat kepada perintahnya.
Begitulah, musuh-musuh Islam telah
memahami apa yang telah diperkenalkan oleh Firaun. Mereka saling
merekayasa dan merangkai konspirasi untuk membuat kerusakan dan mengubah
masyarakat menjadi sampah yang tenggelam di dalam lumpur noda dan
kejahatan. Masyarakat akan senantiasa disibukkan dengan kepayahan
mencari sesuap makanan. Akibatnya mereka menjadi penat dan letih dengan
perut dan seks dan tiada waktu lagi untuk mendengar nasihat dan petunjuk
atau kembali kepada agama.”
Demikianlah cara dan taktik mereka.
Taktik-taktik kotor, memerangi masjid dengan tempat tari-menari,
menggantikan istri-istri dengan pelacur-pelacur, menyerang akidah
menggunakan professor-professor ‘free-thinker’ dan mematikan kesenian
kewiraan dengan seni hedonisma. Melalui pendidikan ini, mereka telah
sukses mengubah rajawali menjadi burung ‘partridge’ sebagaimana yang
dikatakan oleh Iqbal…. “Demikianlah halus dan telitinya proses dan seni
penjinakan yang telah digunakan oleh pemimpin-pemimpin sesat tersebut….
Seni yang merampas kecantikan lenggok bunga ’sarwa’ ia menukar rajawali
menjadi buruk, mereka memperdayakan angkatan berkuda dengan nyanyian
yang merdu lalu membenamkan bahtera ke dasar laut, mereka tidurkan kita
dengan irama dan lagu dan memadamkan obor kita dengan tiupan nafasnya.”
manusia pun berangsur-angsur diresapi kehinaan tanpa disadari.
“Secara
fitrahnya, manusia sebenarnya benci kehinaan. Tetapi dengan pelbagai
keadaan dan peristiwa yang berlaku, tanpa disadari mereka tunduk secara
berangsur-angsur. Sedikit demi sedikit mereka menjadi terbiasa di dalam
kehinaan. Ia ibarat singa yang telah dijinakkan. Namun begitu, sisa
unsur kemuliaan masih tersisih di jiwa dan masih mengalir panasnya di
dalam darah. Masih ada da’i yang menyeru kepada kemuliaan, memanggil
kepada kebebasan, membangunkan jiwa yang terlena dan menggerakkan
semangat yang tertidur nyenyak, sehingga berdenyutlah kemuliaan di dalam
jiwanya dan menyalalah bara di dalam sekam. Bangkitlah semua sifat
kemanusiaan di dalam diri manusia, mereka tidak sekali-kali menerima
penghinaan. Mereka pun bangkit berjihad dan melihat segala apa yang
dihadapinya di dalam jihad itu lebih ringan daripada diperhambakan,
malah lebih baik dari kehidupan kebinatangan.
Kehinaan yang
menimpa manusia yang disebabkan oleh orang lain atau oleh faktor luar,
cepat sembuh dan mudah dihapuskan. Sebaliknya, jika kehinaan itu timbul
dari dalam diri dan terbit dari hati, itu adalah penyakit yang sangat
berbahaya dan merupakan kematian yang tidak disadari.
Oleh itu,
golongan thaghut yang zalim sengaja menerapkan kehinaan kepada orang
ramai melalui pendidikan yang hina dan asuhan agar tidak segan silau
tanpa tata susila. Mereka membentuk para anak muda dengan pelbagai
taktik dan strategi yang bertujuan untuk mematikan jiwa yang mulia dan
memadamkan semangat juang agar kekuasaan senantiasa berada di tangan
mereka yang zalim itu.” (Ikhwan.net)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar