Minggu, 09 Februari 2014

PEKANYA JIWA ORANG BERIMAN

Kewaspadaan kita dalam mengkafirkan seorang muslim tidaklah menghalangi kita dari melihat betapa maraknya penyelewengan yang telah menimpa sebagian besar orang-orang Islam di zaman ini. Memang benar… Mereka itu umat Islam, tetapi, mereka telah tenggelam dalam kemaksiatan dan derajat iman mereka berada di jurang yang paling rendah.. jauh dari hidup yang mulia !

Latarbelakang keadaan ini sangatlah panjang kisahnya. Dimulai saat perluasan kekuasaan dan kesibukan pada urusan kenegaraan dan pemerintahan. Perluasan dan kesibukan ini secara berangsur-angsur memakan korban sahabat-sahabat Nabi saw yang terbaik. Mereka telah terjun ke tengah-tengah medan untuk meneruskan tugas mengembangkan dakwah Islam dengan jihad dan dakwah yang paling cemerlang.

Setelah meninggalnya Rasulullah saw, mereka bertebaran di segenap pelosok negeri laksana sinar matahari yang menyinari negeri  di timur dan barat, mereka bertebaran dengan tujuan menyebarkan Islam dan menghancurkan segala taghut, membawa rahmat ke seluruh dunia dan memimpin manusia kepada surga.

Namun di tahun-tahun terakhir sebelum abad pertama Islam berlalu, penyelewengan mulai menyerap masuk ke dalam generasi baru yang bakal menggantikan generasi pertama Islam yang unik itu. Keteguhan di dalam dakwah dan jihad mulaii kendor padahal sepatutnya mereka meneruskan dakwah dan jihad untuk menghapuskan taghut yang masih ada.

Ketika semangat umat Islam mulai menurun itulah, muncullah Umar bin Abdul Aziz, seorang pemimpin Islam yang unik, dilahirkan oleh Allah untuk umat ini.

Beliau dianugerahkan jiwa yang tinggi. Beliau melihat sedikit penyelewengan dan kelengahan dakwah dan jihad, sebagai tanda awal terjadinya penyelewengan dan penyimpangan. Beliau memandang berat keadaan umat jihad yang telah berkurang daya juangnya lalu beliau berkata dengan nada sedih:

”Sesungguhnya aku sedang merawat satu urusan yang tidak seorang pun dapat menolongnya kecuali Allah. Sesungguhnya di atasnya telah mati orang tua, orang yang kecil telah membesar, orang Ajam  telah mahir berbahasa Arab dan Arab Baduwi telah berhijrah sehingga mereka memandang sesuatu yang bukan agama sebagai agama. Mereka tidak melihat kebenaran selain daripada itu.”

Itulah kalimat yang telah diucapkan khalifah Umar bin Abdul Aziz dengan rasa sedih yang mendalam sedangkan beliau telah memegang tampuk pimpinan umat yang menguasai seluruh bangsa sekitarnya, tersebarnya kebaikan dan umat berhukum kepada syariat Allah secara umumnya.

Namun perasaan gusar seorang yang beriman terhadap dosa-dosa kecil, bid’ah, kezaliman yang ringan dan maraknya gaya hidup mewah. Itulah jiwa mukmin yang terlalu sensitif dan peka terhadap makna keadilan dan kezaliman, kesertaan sunnah dan bid’ah, nilai juang namun senang istirahat.

Oleh yang demikian, seorang mukmin harus senantiasa berusaha mencari kemuliaan yang lebih sempurna. Mereka tidak akan memejamkan matanya dan tidak akan mengelukan lidahnya dari sembarang penyelewengan yang berlaku.

Generasi Kita Yang Terpedaya (Mangsa Keadaan !)
Beberapa generasi telah berlalu Setelah zaman pemerintahan Umar. Islam seterusnya didukung oleh pahlawan-pahlawan Islam dan para reformis. Tetapi pada waktu lain, berlaku juga keburukan. Hingga kita dapati umat Islam pada waktu ini tunduk kepada rekayasa Yahudi dan negara-negara kafir.

Kekayaan mereka dirampas, iman menjadi lemah, neraca kehidupan mereka bertukar dan hukum Al-Qur’an telah ditolak. Musuh-musuh juga mendidik anak-anak orang Islam dengan ideologi yang bertentangan dengan Islam, berada dibawah pelbagai nama dan samaran dusta. Sekiranya masih ada sedikit iman dalam diri mana-mana muslim, masih ada rasa muyul (kecenderungan) agama yang dapat memeliharanya dari keluar dari agamanya, mereka akan menjadi korban pula kepada kepalsuan dan pelbagai topeng dusta lainnya.

Akhirnya mereka terpedaya dan terjerumus pada arus politik, sasterawan dan orientalis yang tidak benar-benar memahami Islam. Mereka memperalatkan dalil-dalil Al-Qur’an dan hadits yang umum atau kadangkala dengan hadits-hadits palsu yang dimanipulasi untuk menciptakan sistem politik dan ekonomi yang didakwa atau dilabel sebagai sistem Islam tanpa langsung mengikuti kaedah usul fiqh dan memenuhi syarat-syarat ijtihad.

Oleh karena itu, tribulasi yang dihadapi oleh umat Islam pada hari ini tidak hanya terbatas pada menjabatnya pemimpin yang sesat saja, namun juga menjangkau kepada persoalan pendidikan. Kurikulum pendidikan dan pelajaran, kantor-kantor di universitas, berita-berita, majalah-majalah dan seluruh media massa digunakan untuk menghapuskan pemikiran dan nilai-nilai Islam di seluruh dunia Islam. Hingga orang yang mudanya terperangkap di dalam rencana jahiliyah blok barat dan blok timur itu indah dan merasa bangga karena menyangka dirinya terlepas dari belenggu kekolotan.

Orang Islam yang suka akan maksiat pada hari ini adalah mangsa pendidikan tersebut, untuk diganti menjadi fasiq dan supaya mereka mudah dijadikan kuda tunggangan oleh para taghut tersebut pada akhirnya.

Demikianlah rekayasa jahiliyah sejak dahulu lagi yang diwarisi oleh taghut moden dari taghut sebelumnya. Jika dilihat silsilahnya, akan sampai kepada Fir’aun. Allah SWT berirman:
فَاسْتَخَفَّ قوْمَهُ فَأ  طاعُوهُ إِنَّهُمْ  كانُوا قوْمًا فَاسِقِينَ

“Lalu Firaun memperbodoh (menyesatkan) kaumnya, lalu mereka mengikutnya. Sesungguhnya mereka itu kaum yang fasik.” (Az-Zukhruf:54)

Inilah tafsir yang benar terhadap sejarah. Hanya orang-orang yang fasik saja yang bisa diperdaya oleh Firaun (lama atau modern). Orang yang beriman kepada Allah tidak akan dapat diperdaya oleh thaghubt dan tidak akan taat kepada perintahnya.

Begitulah, musuh-musuh Islam telah memahami apa yang telah diperkenalkan oleh Firaun. Mereka saling merekayasa dan merangkai konspirasi untuk membuat kerusakan dan mengubah masyarakat menjadi sampah yang tenggelam di dalam lumpur noda dan kejahatan. Masyarakat akan senantiasa disibukkan dengan kepayahan mencari sesuap makanan. Akibatnya mereka menjadi penat dan letih dengan perut dan seks dan tiada waktu lagi untuk mendengar nasihat dan petunjuk atau kembali kepada agama.”

Demikianlah cara dan taktik mereka. Taktik-taktik kotor, memerangi masjid dengan tempat tari-menari, menggantikan istri-istri dengan pelacur-pelacur, menyerang akidah menggunakan professor-professor ‘free-thinker’ dan mematikan kesenian kewiraan dengan seni hedonisma.  Melalui pendidikan ini, mereka telah sukses mengubah rajawali menjadi burung ‘partridge’ sebagaimana yang dikatakan oleh Iqbal…. “Demikianlah halus dan telitinya proses dan seni penjinakan yang telah digunakan oleh pemimpin-pemimpin sesat tersebut…. Seni yang merampas kecantikan lenggok bunga ’sarwa’ ia menukar rajawali menjadi buruk, mereka memperdayakan angkatan berkuda dengan nyanyian yang merdu lalu membenamkan bahtera ke dasar laut, mereka tidurkan kita dengan irama dan lagu dan memadamkan obor kita dengan tiupan nafasnya.” manusia pun berangsur-angsur diresapi kehinaan tanpa disadari.

“Secara fitrahnya, manusia sebenarnya benci kehinaan. Tetapi dengan pelbagai keadaan dan peristiwa yang berlaku, tanpa disadari mereka tunduk secara berangsur-angsur. Sedikit demi sedikit mereka menjadi terbiasa di dalam kehinaan. Ia ibarat singa yang telah dijinakkan. Namun begitu, sisa unsur kemuliaan masih tersisih di jiwa dan masih mengalir panasnya di dalam darah. Masih ada da’i yang menyeru kepada kemuliaan, memanggil kepada kebebasan, membangunkan jiwa yang terlena dan menggerakkan semangat yang tertidur nyenyak, sehingga berdenyutlah kemuliaan di dalam jiwanya dan menyalalah bara di dalam sekam. Bangkitlah semua sifat kemanusiaan di dalam diri manusia, mereka tidak sekali-kali menerima penghinaan. Mereka pun bangkit berjihad dan melihat segala apa yang dihadapinya di dalam jihad itu lebih ringan daripada diperhambakan, malah lebih baik dari kehidupan kebinatangan.

Kehinaan yang menimpa manusia yang disebabkan oleh orang lain atau oleh faktor luar, cepat sembuh dan mudah dihapuskan. Sebaliknya, jika kehinaan itu timbul dari dalam diri dan terbit dari hati, itu adalah penyakit yang sangat berbahaya dan merupakan kematian yang tidak disadari.

Oleh itu, golongan thaghut yang zalim sengaja menerapkan kehinaan kepada orang ramai melalui pendidikan yang hina dan asuhan agar tidak segan silau tanpa tata susila. Mereka membentuk para anak muda dengan pelbagai taktik dan strategi yang bertujuan untuk mematikan jiwa yang mulia dan memadamkan semangat juang agar kekuasaan senantiasa berada di tangan mereka yang zalim itu.” (Ikhwan.net)

Tidak ada komentar: