Dikutib dari Majalah Tarbawi (edisi 210
Th.11)
Rijaal.
Secara leterlek artinya para laki-laki. Tapi kata rijaal dalam Bahasa Arab itu,
tidak bermakna fisik, melainkan mengandung makna keberanian, ketulusan,
konsistensi, kepahlawanan, pengorbanan dan yang seacamnya. Itulah yang
disinggung dalam Al Quran dalam surat An Nuur ayat 37, rijaal yang tidak
dilupakan oleh perniagaan dan jual beli dari mengingat Allah SWT, shalat dan
membayar zakat. Para mufassir menjelaskan bahwa penyebutan jual beli dalam ayat
ini, karena memang sangat sulit bagi seseorang untuk tetap terjaga hubungannya
dengan Allah, ketika terganggu oleh perniagaan dan jual beli.
Kata
rijaal juga disebutkan dalam surat Al Ahzab ayat 33, yang menyebutkan bahwa
rijaal yang menepati apa yang telah mereka janjikan kepada Allah SWT. ada yang
gugur dan ada yang masih menunggu giliraannya, tanpa merubah janjinya. Laki-lai
secara fisik, tak ada artinya tanpa nilai-nilai moralnya sebagai rijaal. Karena
ada banyak perempuan yang memiliki sifat rijaa karena ia telah memiliki sikap
yang jarang bisa dilakukan oleh orang selainnya.
Saudaraku,
Menjadi
manusia itu karunia. Tapi kualitas kemanusiaan kita itu, ada pada sebatas dan
sejauh mana usaha kita memfungsikan karunia itu. Menjadi laki-laki atau
perempuan itu adalah kodrat Allah SWT. yang datang tanpa diminta. Tapi
bagaimana kita menjalani peran kita sebagai laki-laki atau perempuan, disanalah
nilai diri sendiri sebenarnya.
Seorang
ahli hikmah mengatakan, “Nilai dasar seseorang hanya bisa dikenali pada tiga
keadaan. Pemaaaf tidak bisa diketahui tingkat pemaafnya kecuali ketika ia
sedang terakar kemarahannya. Seorang pemberani tidak bisa dikenali
keberaniannya kecuali saat ia berada dimedan perang. Seorang saudara tidak bisa
diakui tingkat persaudaraannya kecuali jika ia sedang dalam keperluan
mendesak.”
Mungkin,
kata-kata hikmah ini banyak benarnya. Sebab memang ada banyak situasi sulit
yang baru bisa meampilkan sikap dan akhlak seseorang, yang mungkin sebelumnya
terpendam, tidak terlihat, tidak tampak, belum terbukti. Kejadian-kejadian yang
menghimit bisa memunculkan karakter jiwa orang sesungguhnya. Dan itu artinya,
orang-orang yang bermental rijaal tidak bisa dikenali kecuali saat melewati
kondisi tertekan, dihempas fitnah dan krisis. Ketika itulah, mental rijaal
berupa kepahlawanan dan kepejuangannya akan terlihat.
Saudaraku,
Mari
kita lihat firman Allah SWT dalam surat Al Maidah ayat 23, yang artinya,
“Berkatalah dua orang diantara orang-orang yang takut (kepada Allah) yang Allah
telah memberi nikmat atas keduanya: “Serbulah mereka melalui pintu gerbang
(kota) itu, maka bila kamu memasukinya niscaya kamu akan menang. Dan hanya
kepada Allah hendakknya kamu bertawakal, jika kamu benar-benar orang yang
beriman”
Ayat
ini menjelaskan bagaimana dua orang yag telah mendapatkan dukungan Allah SWT
meyakinkan kemenangan. Itulah sebabnya ketika Khalid bin Walid radbiallahu anhu terkepung, ia meminta tambahan pasukan kepad
Abu Bakar Shiddiq sebagai khalifah ketika itu. Tapi Abu Bakar hanya mengirim
satu orang pasukannya, yaitu Qa’da bin Amru At Tamimi dengan mengirimkan surat
berisikan, “Sebuah pasukan takkan bisa dikalahkan jika didalamnya ada orang
seperti dia. Suara Qa’qa diantara pasukan lebih baik daripada seribu pasukan.”
Ketika
Amr bin Ash juga meminta tambahan bantuan pasuka kepada Amirul Mikminin Umar
bin Khattab radhiallahu anhu, saat menaklukan Mesir. Umar saat itu hanya
mengirim empat orang pasukan terbaiknya, dengan mengirimkan surat bertuliskan,
“Aku bantu engkau dengan empat ribu orang pasukan. Satu orang mewakili seribu
pasukan. Mereka adalah, Zubair bin Awwam, Miqdad bin Amr, Ubadah bin Shamit dan
Maslamah bin Makhlad.”
Perhatikanlan saudaraku,
Sosok rijaal tidak terlihat dari
bobot atau besarnya tubuh. Ali bin Abi Thalib radbiallahu anhu pernah
mengatakan, “Nabi SAW memerintahkan Ibnu Mas’ud untuk memanjat pohon dan mengambil sesuatu dari
pohon itu. Para sahabat melihat betis Abdullah bin Mas’ud yang tersingkap saat
ia menaiki pohon. Mereka tertawa karena melihat kurusnya dua betis Ibnu Mas’ud radbiallahu anhu. Rasulullah SAW lalu
mengatakan, “Apa yang kalian tertawakan? Betis Abdullah bin Mas’ud itu lebih
berat timbangannya di hari kiamat daripada gunung Uhud.” (HR. Ahmad)
Saudaraku,
Kita memerlukan para rijaal yang
jiwa dan fikirannya dibentuk oleh perkara besar, terbina dalam amalibadah dan
akhlak mulia, memiliki sikap optimis, sabar menghadapi kesulitan, jauh dari
godaan, cerdas dan bersih fikirannya, jika disebut nama Allah hatinya bergetar,
jika dibacakan ayat-ayat Allah bertambah imannya, hatinya lembut, mudah
menangis mengingat akhirat dan tidak mudah bersedih untuk urusan dunia. Mereka
mungkin orang-orang yang tidak dikenal saat keadaan biasa-biasa saja, tapi
menjadi utama saat kondisi membutuhkannya, berada di baris depan dan
membuktikan dirinya benar-benar kader ummat terpilih.
Salah satu cara untuk bisa
memiliki sikap-sikap rijaal, adalah dengan meniru para mereka. Mencontoh
orang-orang yang kita anggap memiliki prilaku dan amal yang jauh lebih baik.
Berusaha mengikuti jejak orang-orang shalih dalam beribadah, dalam berkorbanm
dalam memberi, dalam kedisiplinan dan lainnya. Andai nantinya, kita tidak
seperti kualitas mereka, setidaknya kita sudah menjadi lebih baik karena kita
mengikuti mereka.
Coba kita perhatikan satu saja
amal yang pernah dicontohkan para rijaal itu. Ikrimah pernah mengutip perkataan
Abu Hurairah radbiallahu anhu. Katanya,
“Aku beristigfar kepada Allah dan bertaubat kepadanya setiap hari dua belas
ribu kali. Dan itu sebatas banyaknya dosaku yang aku sadari.”
Saudaraku,
Semoga kita bisa meniru apa yang
dilakukan Abu Hurairah radbiallahu anhu itu.
Bila tidak sampai seperti itu, setidaknya kita telah lebih baik dari komdisi
kita sekarang .
Menjadi rijaal, berarti
melalukan sesuatu yang sulit dilakukan oleh orang lain pada suatu kesempatan.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar