Selasa, 23 Juni 2020

RINGKASAN BUKU ”AGAR KITA MENJADI RIJAAL” KARYA M. LILI NUR AULIA

Dikutib dari Majalah Tarbawi (edisi 210 Th.11)

Rijaal. Secara leterlek artinya para laki-laki. Tapi kata rijaal dalam Bahasa Arab itu, tidak bermakna fisik, melainkan mengandung makna keberanian, ketulusan, konsistensi, kepahlawanan, pengorbanan dan yang seacamnya. Itulah yang disinggung dalam Al Quran dalam surat An Nuur ayat 37, rijaal yang tidak dilupakan oleh perniagaan dan jual beli dari mengingat Allah SWT, shalat dan membayar zakat. Para mufassir menjelaskan bahwa penyebutan jual beli dalam ayat ini, karena memang sangat sulit bagi seseorang untuk tetap terjaga hubungannya dengan Allah, ketika terganggu oleh perniagaan dan jual beli.
Kata rijaal juga disebutkan dalam surat Al Ahzab ayat 33, yang menyebutkan bahwa rijaal yang menepati apa yang telah mereka janjikan kepada Allah SWT. ada yang gugur dan ada yang masih menunggu giliraannya, tanpa merubah janjinya. Laki-lai secara fisik, tak ada artinya tanpa nilai-nilai moralnya sebagai rijaal. Karena ada banyak perempuan yang memiliki sifat rijaa karena ia telah memiliki sikap yang jarang bisa dilakukan oleh orang selainnya.

 Saudaraku,
Menjadi manusia itu karunia. Tapi kualitas kemanusiaan kita itu, ada pada sebatas dan sejauh mana usaha kita memfungsikan karunia itu. Menjadi laki-laki atau perempuan itu adalah kodrat Allah SWT. yang datang tanpa diminta. Tapi bagaimana kita menjalani peran kita sebagai laki-laki atau perempuan, disanalah nilai diri sendiri sebenarnya.
Seorang ahli hikmah mengatakan, “Nilai dasar seseorang hanya bisa dikenali pada tiga keadaan. Pemaaaf tidak bisa diketahui tingkat pemaafnya kecuali ketika ia sedang terakar kemarahannya. Seorang pemberani tidak bisa dikenali keberaniannya kecuali saat ia berada dimedan perang. Seorang saudara tidak bisa diakui tingkat persaudaraannya kecuali jika ia sedang dalam keperluan mendesak.”
Mungkin, kata-kata hikmah ini banyak benarnya. Sebab memang ada banyak situasi sulit yang baru bisa meampilkan sikap dan akhlak seseorang, yang mungkin sebelumnya terpendam, tidak terlihat, tidak tampak, belum terbukti. Kejadian-kejadian yang menghimit bisa memunculkan karakter jiwa orang sesungguhnya. Dan itu artinya, orang-orang yang bermental rijaal tidak bisa dikenali kecuali saat melewati kondisi tertekan, dihempas fitnah dan krisis. Ketika itulah, mental rijaal berupa kepahlawanan dan kepejuangannya akan terlihat.

Saudaraku,
Mari kita lihat firman Allah SWT dalam surat Al Maidah ayat 23, yang artinya, “Berkatalah dua orang diantara orang-orang yang takut (kepada Allah) yang Allah telah memberi nikmat atas keduanya: “Serbulah mereka melalui pintu gerbang (kota) itu, maka bila kamu memasukinya niscaya kamu akan menang. Dan hanya kepada Allah hendakknya kamu bertawakal, jika kamu benar-benar orang yang beriman”
Ayat ini menjelaskan bagaimana dua orang yag telah mendapatkan dukungan Allah SWT meyakinkan kemenangan. Itulah sebabnya ketika Khalid bin Walid radbiallahu anhu  terkepung, ia meminta tambahan pasukan kepad Abu Bakar Shiddiq sebagai khalifah ketika itu. Tapi Abu Bakar hanya mengirim satu orang pasukannya, yaitu Qa’da bin Amru At Tamimi dengan mengirimkan surat berisikan, “Sebuah pasukan takkan bisa dikalahkan jika didalamnya ada orang seperti dia. Suara Qa’qa diantara pasukan lebih baik daripada seribu pasukan.”
Ketika Amr bin Ash juga meminta tambahan bantuan pasuka kepada Amirul Mikminin Umar bin Khattab radhiallahu anhu, saat menaklukan Mesir. Umar saat itu hanya mengirim empat orang pasukan terbaiknya, dengan mengirimkan surat bertuliskan, “Aku bantu engkau dengan empat ribu orang pasukan. Satu orang mewakili seribu pasukan. Mereka adalah, Zubair bin Awwam, Miqdad bin Amr, Ubadah bin Shamit dan Maslamah bin Makhlad.”

Perhatikanlan saudaraku,
                Sosok rijaal tidak terlihat dari bobot atau besarnya tubuh. Ali bin Abi Thalib radbiallahu anhu  pernah mengatakan, “Nabi SAW memerintahkan Ibnu Mas’ud untuk  memanjat pohon dan mengambil sesuatu dari pohon itu. Para sahabat melihat betis Abdullah bin Mas’ud yang tersingkap saat ia menaiki pohon. Mereka tertawa karena melihat kurusnya dua betis Ibnu Mas’ud radbiallahu anhu. Rasulullah SAW lalu mengatakan, “Apa yang kalian tertawakan? Betis Abdullah bin Mas’ud itu lebih berat timbangannya di hari kiamat daripada gunung Uhud.” (HR. Ahmad)

                Saudaraku,
                Kita memerlukan para rijaal yang jiwa dan fikirannya dibentuk oleh perkara besar, terbina dalam amalibadah dan akhlak mulia, memiliki sikap optimis, sabar menghadapi kesulitan, jauh dari godaan, cerdas dan bersih fikirannya, jika disebut nama Allah hatinya bergetar, jika dibacakan ayat-ayat Allah bertambah imannya, hatinya lembut, mudah menangis mengingat akhirat dan tidak mudah bersedih untuk urusan dunia. Mereka mungkin orang-orang yang tidak dikenal saat keadaan biasa-biasa saja, tapi menjadi utama saat kondisi membutuhkannya, berada di baris depan dan membuktikan dirinya benar-benar kader ummat terpilih.
                Salah satu cara untuk bisa memiliki sikap-sikap rijaal, adalah dengan meniru para mereka. Mencontoh orang-orang yang kita anggap memiliki prilaku dan amal yang jauh lebih baik. Berusaha mengikuti jejak orang-orang shalih dalam beribadah, dalam berkorbanm dalam memberi, dalam kedisiplinan dan lainnya. Andai nantinya, kita tidak seperti kualitas mereka, setidaknya kita sudah menjadi lebih baik karena kita mengikuti mereka.
                Coba kita perhatikan satu saja amal yang pernah dicontohkan para rijaal itu. Ikrimah pernah mengutip perkataan Abu Hurairah radbiallahu anhu. Katanya, “Aku beristigfar kepada Allah dan bertaubat kepadanya setiap hari dua belas ribu kali. Dan itu sebatas banyaknya dosaku yang aku sadari.”

                Saudaraku,
                Semoga kita bisa meniru apa yang dilakukan Abu Hurairah radbiallahu anhu itu. Bila tidak sampai seperti itu, setidaknya kita telah lebih baik dari komdisi kita sekarang .
                Menjadi rijaal, berarti melalukan sesuatu yang sulit dilakukan oleh orang lain pada suatu kesempatan.

Tidak ada komentar: