Senin, 29 Juni 2020

RINGKASAN BUKU ”MENITI JALAN MENUJU MATI SYAHID (1)” KARYA M. LILI NUR AULIA

Dikutib dari Majalah Tarbawi (edisi 206 Th.11)


                Amatilah, sekali lagi hamparan luas area pemakaman Baqi Al Gharqad. Sebuah pemakaman di sisi Masjid Nabawi yang menorehkan sejarah penting bagi ribuan para sahabat Rasulullah SAW yang dimakamkan disana. Tak kurang 10 ribu orang sahabat yang dimakamkan di tanah itu, nisan mereka, hanyalah sebongkah batu yang kini tampak berserakan tak beraturan di atas tanah. Mereka, sebagiannya adalah para syuhada perang Badar Kubra dan Uhud yang monumental dalam sejarah awal dakwah Islam.
                Renungkanlah, bagaimana hebatnya kecamuk perang Badar yang menandkan kebangkitan Islam dan Kaum Muslimin. Paksa mereka terusir dari kota Makkah Mukarramah. Peristiwa besar yang membuktikan bahwa Allah SWT pasti menolong Rasul dan ummatnya. Bahwa Allah SWT pasti memenangkan agama ini. Hingga kemudian ribuan sahabat gugur di medan Badar, dengan label syuhada di jalan Allah SWT. Hadirkan suasana genting dan kekacauan luar biasa yang dirasakan pasukan Islam dalam peperangan Uhud. Saat sejumlah sahabat pemanah akhirnya tergiur oleh harta rampasan perang yang ditinggalkan pasukan kafir Quraisy sebagai umpan. Renungkanlah suasana itu semua. . .
                Mereka memang syuhada, yang mendapat jaminan Allah SWT dalam Al Quran surat Ali Imran ayat 140, kelak untuk menjadi ahli surga, Malaikat Allah SWT menyambut mereka di pintu-pintu surga. Sebab mereka telah membuktikan keimanannya dengan sepenuh jiwa dan raga. Hingga ajal menjemput mereka di medan jihad. . . Indah sekali.

                Saudaraku,
                Kematian itu, pasti. Dan mati sebagai syahid itu, cita-cita paling agung untuk mereka yang pasti mati. Allah SWT akan memilih siapa dari hamba-Nya yang layak mendapat gelar syahid di jalan-Nya. Kita, hanya diperintahkan untuk bersiap untuk menjumpai kematian dengan cara yang paling baik. Jika kita bercita-cita mati syahid tentu harus melakukan persiapan.agar Allah SWT pun menilai kita siap untuk dipilih menjadi salah satu dari syuhada-Nya.
                Kisah-kisah orang yang diyakini mati syahid di jalan Allah SWT, menyebutkan mereka biasanya meniggalkan kenangan indah dalam diri sahabat mereka. Para sahabat para syuhada semasa hidupnya, biasanya juga bisa membaca tanda-tanda mati syahid itu. Hingga ada di Antara mereka yang mengatakan kepada orang yang tampak akan mendapat mati syahid kelak, dengan istilah, “Syahidun yamsyii alaa wajhill ardh”, syahid yang berjalan diatas muka bumi. Dalam sebuah riwayat disebutkan juga perkataan Thalhah, “haadzaa min man qadhaa nahhah,” orang ini termasuk diantara orang yang menanti gilirannya (untuk mati syahid).

                Saudaraku,
                Bagaiman kita mempersiapkan diri agar kita bisa menjadi bagian dari kafilah para syuhada? Mari perhatikan lebih seksama, jejak langkah para syuhada itu. Supaya kita mengetahui bagaimana jalan yang mengantarkan mereka hingga memperoleh derajat mulia yang menjadi keinginan kita.
                Kita akan melihat bahwa persiapan mereka antara lain, adalah taubat setulus-tulusnya (taubah shadiqah). Dalam hadits muttafaq alaih, disebutkan, “Allah SWT tertawa melihat dua orang, yang satu sama lain saling membunuh, tapi kedua-duanya masuk surga. Salah satunya berperang di jalan Allah, lalu ia terbunuh. Kemudian Allah SWT menerima taubat orang membunuh, hingga ia akhirnya gugur.”
                Bukan tidak mungkin seseorang yang mati syahid memiliki latar belakang sikap yang tidak baik, tapi kemudian dia bertaubat.

                Saudaraku,
                Bertaubat secara sungguh-sungguh harus diiringi dangan amal yang baik. Ibnu Umar mengatakan, “Jika engkau memasuki waktu sore, jangan menunggu waktu pagi. Dan jika engkau memasuki waktu pagi jangan menanti waktu sore. Gunakanlah waktu sehatmu untuk waktu sakitmu, gunakanlah hidupmu untuk matimu.” Saat mensyarah (menjelaskan) kandungan hadits ini, Ibnu Hajar mengatakan, “Perbuatan apapun yang bermanfaat setelah kematianmu, segeralah memanfaatkan hari-hari sehatmu dengan amal shalih. Karena penyakit itu datang tiba-tiba dan menghalangimu dari beramal. Dikhawatirkan orang yang lalai dalam hal ini, akhirnya sampai ke akhirat tanpa bekal.”
                Ingatan kita kemudian kembali pada sabda Rasulullah SAW, “Jika Allah SWT menghendaki suatu kebaikan atas seseorang hamab, maka ia akan “menggunakannya”. Para sahabat bertanya, “Apa yang dimaksud menggunakannya ya Rasulullah?” Rasulullah SAW menjawab, “Allah SWT akan membantunya untuk melakukan amal shalih menjelang kematiannya.”

                Saudaraku,
                Persiapan lain yang penting kita lakukan untuk mendapatkan mati syahid adalah, berkorban. Tidak ada mati syahid tanpa pengorbanan. Jihad yang menjadi sarana mati syahid harus diiringi dengan jiwa dan harta, dan keduanya adalah bentuk pengorbanan. Basyir bin Al Khashashiyah menceritakan, ia datang untuk berbai’at kepad Rasulullah SAW. Ia kemudian ingin diberi dispensasi dua syarat yang harus dinyatakan dalam syarat bai’at (janji setia). Ia mengatakan, “Terhadap dua hal itu, demia Allah aku tidak mampu melakukannya, yakni jihad dan shadaqah.” Basyir menjelaskan bahwa ia khawatir saat berjihad, lari membelakangi musuh dan mendapat murka Allah. Sedangkan terkait dengan shadaqah, ia katakan dirinya tidak mempunyai harta kecuali sedikit. Rasulullah SAW lalu memegang tangannya dan bersabda,”Jika tanpa jihad dan tanpa shadaqah, jadi bagaimana engkau bisa masuk surga?” Akhirnya Basyir mengatakan,”Kalau demikian, aku berbai’at untuk semuanya.”

                Saudaraku,
                Persiapan selanjutnya adalah kesungguhan, keseriusan, yang terkumpul maknanya dalam kata jihad. Bagaimana kita bisa memiliki predikat mujahid bila kita tidak berjihad dalam arti tidak memiliki kesungguhan, tidak memberikan secara optimal apa yang kita punya untuk Islam? Itulah yang melatarbelakangi perkataan Anas bin Nadhr menjelang perang Uhud, “Ia kemudian maju ke medan perang dan gugur.

                Saudaraku,
                Yang menjadi tujuan bukan kematian itu, tetapi bagaimana substansi dari kematian dan bagaiman prosesnya. Ini bukanlah teori bunuh diri yang biasa dilakukan oleh orang-orang yang kecewa dan terguncang jiwanya oleh problem hidup. Mati syahid juga bukan prilaku orang penganut yang dibunuh oleh ketakutannya sendiri.

Tidak ada komentar: