RINGKASAN
BUKU ”MENITI JALAN MENUJU MATI SYAHID (1)” KARYA M. LILI NUR AULIA
Dikutib dari Majalah Tarbawi (edisi 206
Th.11)
Amatilah, sekali lagi hamparan
luas area pemakaman Baqi Al Gharqad. Sebuah pemakaman di sisi Masjid Nabawi
yang menorehkan sejarah penting bagi ribuan para sahabat Rasulullah SAW yang
dimakamkan disana. Tak kurang 10 ribu orang sahabat yang dimakamkan di tanah
itu, nisan mereka, hanyalah sebongkah batu yang kini tampak berserakan tak
beraturan di atas tanah. Mereka, sebagiannya adalah para syuhada perang Badar
Kubra dan Uhud yang monumental dalam sejarah awal dakwah Islam.
Renungkanlah, bagaimana hebatnya
kecamuk perang Badar yang menandkan kebangkitan Islam dan Kaum Muslimin. Paksa mereka
terusir dari kota Makkah Mukarramah. Peristiwa besar yang membuktikan bahwa
Allah SWT pasti menolong Rasul dan ummatnya. Bahwa Allah SWT pasti memenangkan
agama ini. Hingga kemudian ribuan sahabat gugur di medan Badar, dengan label
syuhada di jalan Allah SWT. Hadirkan suasana genting dan kekacauan luar biasa
yang dirasakan pasukan Islam dalam peperangan Uhud. Saat sejumlah sahabat
pemanah akhirnya tergiur oleh harta rampasan perang yang ditinggalkan pasukan
kafir Quraisy sebagai umpan. Renungkanlah suasana itu semua. . .
Mereka memang syuhada, yang
mendapat jaminan Allah SWT dalam Al Quran surat Ali Imran ayat 140, kelak untuk
menjadi ahli surga, Malaikat Allah SWT menyambut mereka di pintu-pintu surga. Sebab
mereka telah membuktikan keimanannya dengan sepenuh jiwa dan raga. Hingga ajal
menjemput mereka di medan jihad. . . Indah sekali.
Saudaraku,
Kematian itu, pasti. Dan mati
sebagai syahid itu, cita-cita paling agung untuk mereka yang pasti mati. Allah SWT
akan memilih siapa dari hamba-Nya yang layak mendapat gelar syahid di
jalan-Nya. Kita, hanya diperintahkan untuk bersiap untuk menjumpai kematian
dengan cara yang paling baik. Jika kita bercita-cita mati syahid tentu harus
melakukan persiapan.agar Allah SWT pun menilai kita siap untuk dipilih menjadi
salah satu dari syuhada-Nya.
Kisah-kisah orang yang diyakini
mati syahid di jalan Allah SWT, menyebutkan mereka biasanya meniggalkan
kenangan indah dalam diri sahabat mereka. Para sahabat para syuhada semasa
hidupnya, biasanya juga bisa membaca tanda-tanda mati syahid itu. Hingga ada di
Antara mereka yang mengatakan kepada orang yang tampak akan mendapat mati
syahid kelak, dengan istilah, “Syahidun yamsyii alaa wajhill ardh”, syahid yang
berjalan diatas muka bumi. Dalam sebuah riwayat disebutkan juga perkataan
Thalhah, “haadzaa min man qadhaa nahhah,”
orang ini termasuk diantara orang yang menanti gilirannya (untuk mati syahid).
Saudaraku,
Bagaiman kita mempersiapkan diri
agar kita bisa menjadi bagian dari kafilah para syuhada? Mari perhatikan lebih
seksama, jejak langkah para syuhada itu. Supaya kita mengetahui bagaimana jalan
yang mengantarkan mereka hingga memperoleh derajat mulia yang menjadi keinginan
kita.
Kita akan melihat bahwa
persiapan mereka antara lain, adalah taubat setulus-tulusnya (taubah shadiqah). Dalam hadits muttafaq
alaih, disebutkan, “Allah SWT tertawa melihat dua orang, yang satu sama lain
saling membunuh, tapi kedua-duanya masuk surga. Salah satunya berperang di
jalan Allah, lalu ia terbunuh. Kemudian Allah SWT menerima taubat orang membunuh,
hingga ia akhirnya gugur.”
Bukan tidak mungkin seseorang
yang mati syahid memiliki latar belakang sikap yang tidak baik, tapi kemudian
dia bertaubat.
Saudaraku,
Bertaubat secara sungguh-sungguh
harus diiringi dangan amal yang baik. Ibnu Umar mengatakan, “Jika engkau
memasuki waktu sore, jangan menunggu waktu pagi. Dan jika engkau memasuki waktu
pagi jangan menanti waktu sore. Gunakanlah waktu sehatmu untuk waktu sakitmu,
gunakanlah hidupmu untuk matimu.” Saat mensyarah (menjelaskan) kandungan hadits
ini, Ibnu Hajar mengatakan, “Perbuatan apapun yang bermanfaat setelah kematianmu,
segeralah memanfaatkan hari-hari sehatmu dengan amal shalih. Karena penyakit
itu datang tiba-tiba dan menghalangimu dari beramal. Dikhawatirkan orang yang
lalai dalam hal ini, akhirnya sampai ke akhirat tanpa bekal.”
Ingatan kita kemudian kembali
pada sabda Rasulullah SAW, “Jika Allah SWT menghendaki suatu kebaikan atas
seseorang hamab, maka ia akan “menggunakannya”. Para sahabat bertanya, “Apa
yang dimaksud menggunakannya ya Rasulullah?” Rasulullah SAW menjawab, “Allah
SWT akan membantunya untuk melakukan amal shalih menjelang kematiannya.”
Saudaraku,
Persiapan lain yang penting kita
lakukan untuk mendapatkan mati syahid adalah, berkorban. Tidak ada mati syahid
tanpa pengorbanan. Jihad yang menjadi sarana mati syahid harus diiringi dengan
jiwa dan harta, dan keduanya adalah bentuk pengorbanan. Basyir bin Al
Khashashiyah menceritakan, ia datang untuk berbai’at kepad Rasulullah SAW. Ia kemudian
ingin diberi dispensasi dua syarat yang harus dinyatakan dalam syarat bai’at
(janji setia). Ia mengatakan, “Terhadap dua hal itu, demia Allah aku tidak
mampu melakukannya, yakni jihad dan shadaqah.” Basyir menjelaskan bahwa ia
khawatir saat berjihad, lari membelakangi musuh dan mendapat murka Allah. Sedangkan
terkait dengan shadaqah, ia katakan dirinya tidak mempunyai harta kecuali
sedikit. Rasulullah SAW lalu memegang tangannya dan bersabda,”Jika tanpa jihad
dan tanpa shadaqah, jadi bagaimana engkau bisa masuk surga?” Akhirnya Basyir
mengatakan,”Kalau demikian, aku berbai’at untuk semuanya.”
Saudaraku,
Persiapan selanjutnya adalah
kesungguhan, keseriusan, yang terkumpul maknanya dalam kata jihad. Bagaimana kita
bisa memiliki predikat mujahid bila kita tidak berjihad dalam arti tidak
memiliki kesungguhan, tidak memberikan secara optimal apa yang kita punya untuk
Islam? Itulah yang melatarbelakangi perkataan Anas bin Nadhr menjelang perang
Uhud, “Ia kemudian maju ke medan perang dan gugur.
Saudaraku,
Yang menjadi tujuan bukan
kematian itu, tetapi bagaimana substansi dari kematian dan bagaiman prosesnya. Ini
bukanlah teori bunuh diri yang biasa dilakukan oleh orang-orang yang kecewa dan
terguncang jiwanya oleh problem hidup. Mati syahid juga bukan prilaku orang
penganut yang dibunuh oleh ketakutannya sendiri.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar