“SEPERTI
ENGKAU MALU TERHADAP ORANG SHALIH” KARYA M. LILI NUR AULIA
Dikutib dari Majalah Tarbawi (edisi 224
Th.11)
Saudaraku,
Salah
satu rahasia mahalnya anugerah Allah SWT kepada kita berada di jalan
orang-orang shalih adalah, karena kita mendapat pencerahan dan penyegaran luar
biasa dari mereka. Bisa karena ruh keshalihannya yang otomatis terpancar dari
dirinya atau bahkan dari kata-katanya. Atau bahkan suasana hati yang menjadi
lebih tunduk, takut kepada Allah, urung melakukan kemaksiatan, karena
keberadaan mereka.
Seperti
dahulu, para sahabat Rasulullah SAW kerap meminta nasihat dan wasiat pada
Rasulullah SAW, dalam banyak kesempatan. Dan Rasulullah SAW, menyampaikan
nasihatnya dengan sangat bijak dan begitu mengesankan. Hingga suatu ketika
seorang sahabat bernama Sa’id bin Yazid Al Azdi ra meminta pada Rasulullah SAW.
“Nasihatilah aku…” ujarnya kepada Rasulullah SAW. Lalu Rasulullah SAW menjawab,
“Aku wasiatkan engkau agar malu kepada Allah SWT sebagai mana engkau malu dari
orang yang shalih.” (HR. Ahmad)
Saudaraku,
Memberikan
nasihat kepada seorang mukmin yang meminta nasihat kepada saudaranya, termasuk
sunah Rasulullah SAW untuk dipenuhi. Hadits itu memberi permisalan yang
mendekatkan logika penanya, terhadap substansi nasihat yang disampaikan
Rasulullah SAW. Tentang bagaimana kita menghalangi diri dari dosa. Tentang
bagaimana kita bisa memaknai rasa malu dari dosa dengan rasa malu kita terhadap
sesuatu yang kita segani. Tentang bagaimana pikiran dan prilaku kita seharusnya
bisa terpengaruh oleh kondisi orang yang melihat kita, terlebih oleh Allah SWT
yang Maha Melihat dan Maha Mengetahui.
Malu
kepada Allah SWT, jelas sikap mulia. Sikap malu terhadap Allah SWT , juga jelas
tidak sama dengan sikap malu terhadap manusia, berapapun tingkat dan derajat
manusia itu. Tapi hadits tadi hanya memunculkan gambaran yang bisa dipahami,
tentang rasa malu berbuat dosa. Dan bila seseorang telah memiliki sikap malu
kepada Allah SWT, sikap itulah yang mampu menjadi benteng penghalang seseorang
dari prilaku jahat, kapanpun, di manapun, dalam kondisi apapun. Penghalang dosa
seperti itu takkan datang bila sikap malu, hanya berasal dari manusia atau dari
keadaan tertentu.
Saudaraku,
Barangkali
banyak orang yang belum terlalu merasakan bila Allah SWT memantau dan Maha Mengetahui
keadaan dirinya. Sementara orang-orang yang shalih dahulu, adalah orang-orang
yang memiliki rasa malu kepada Allah SWT, sampai dalam bentuk tidak melakukan
sesuatu yang harusnya dilakukan. Dalam Shahih Bukhari disebutkan bahwa Ibnu
Abbas ra ditanya tentang firman Allah SWT, surat Hud ayat 5, yang artinya : “Ingatlah,
sesungguhnya (orang munafik itu) memalingkan dada mereka untuk menyembunyikan
diri daripadanya (Muhammad). Ingatlah, di waktu mereka menyelimuti dirinya
dengan kain, Allah mengetahui apa yang mereka sembunyikan dan apa yang meeka
lahirkan. Sesungguhnya Allah Maha mengetahui segala isi hati.”
Ibnu
Abbas mengomentari ayat ini dengan mengatakan, “Dahulu orang-orang yang
memiliki rasa malu menyendiri dan menjauh dari keadaan berada langsung di bawah
langit dan mereka tidak mau berhubungan
badan dengan istri-istri mereka. Lalu turunlah ayat itu atas mereka.” Abu Bakar
Shiddiq mengatakan, “Malulah kalian kepada Allah, sungguh aku pergi membuang
hajat lalu aku berlindung dengan bajuku karena malu dengan Rabbku.. “Bahkan Abu
Musa mengatakn, bila ia mandi di sebuah rumah yang gelap, ia tidak berani
berdiri karena malu kepada Allah SWT.”
Karena
rasa malu itu pula, Aisyah ra tidak masuk ke lokasi pemakaman Rasulullah SAW
kecuali dengan aurat tertutup rapat. “Dahulu aku sering mendatangi makam
Rasulullah SAW dan makam ayahku (Abu Bakar Shiddiq ra) dan aku mungkin melepas
sebagian kainku dengan mengatakan bahwa itu
bahwa itu adalah makam suami ku dan ayahku. Tapi ketika Umar ra juga dim
makamkan di lokasi pemakaman itu, aku tidak datang kesana kecuali dalam kondisi
pakaianku tertutup rapat karena malu dengan Umar ra.” (HR, Hakim)
Saudaraku,
Itulah
sebabnya, Rasulullah SAW mengatakan bahwa rasa malu selalu saja mendatangkan
kebaikan. Sebab andai hilang rasa malu, munculnya rasa biasa dan tidak peduli
dengan penilaian orang, terlebih penilaian Allah SWT, maka itu salah satu
merupakan pemicu dosa. Ibnul Qayyim rahimahullah
mengatakan, “Termasuk hukuman terhadap pelaku kemaksiatan adalah, hilangnya
rasa malu yang sebenanrnya malu itu adalah unsur hidupnya hati dan asal muasal semua
kebaikan. Hilangnya rasa malu, berarti hilangnya kebaikan seluruhnya. Karena di
salam hadits shahih, Rasulullah SAW bersabda, “Rasa malu itu seluruhnya adalah
baik.”
Coba
kita perhatikan lagi lebih jauh perkataan Ibnul Qayyim lebih lanjut dalam kitab
Ad
Daa’u wa ad-dawaa’ itu yang mengatakan, bahwa orang yang tidak memiliki
rasa malu, berarti ia tidak mempunyai anasir kemanusiaannya, kecuali hanya
daging dan darah serta bentuk tubuh lahir mereka saja.” Artinya, dalam kondisi
seperti itu, manusia sudah sama seperti hewan, perbedaannya hanya masalah
daging, darah dan bentuk lahirnya.
Saudaraku,
Rasa
malu bisa diwujudkan dengan menumbuhkan pengenalan kita yang lebih dalam atas
kekuasaan Allah SWT. Sebab semakin sadar seseorang atas ke Maha Kuasaan Allah
SWT,semakin kecillah ia menyadari nilai dirinya. Rasa malu juga bisa didorong dengan
bagaimana kita melihat orang lain yang begitu menjaga dirinya dari dosa. Rasa malu,
juga bisa tersentuh oleh keberadaan kita bersama orang-orang baik, orang-orang
yang terbiasa memaksa diri untuk berlaku lurus, dimana pun dan kapanpun.
Kita
harus belajar dari mereka, saudaraku.
Mari
sama-sama berdo’a dan meminta perlindungan kepada Allah SWT dari menjadi
golongan orang-orang yang tidak tahu malu. Dari mereka yang tak kenal malu
kepada manusia, terlebih kepada Allah SWT. Umar mengatakan,”Barang siapa yang
sedikit rasa malunya, berarti sedikit pula sikap wara’-nya. Dan hatinya telah mati.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar