“BENCANA BAGI DIRI, RAHMAT BAGI ORANG LAIN” KARYA M. LILI NUR AULIA
Dikutib dari Majalah Tarbawi (edisi 193 Th.10)
Ghutsa-ul Alsin. Buih, busa, di dalam mulut. Istilah yang diangkat seorang da’I tentang perilaku lisan seseroang yang kerap digunakan untuk perkataan sia-sia. Perkataan tidak berguna, terlebih menyakitkan atau membawa bahaya. Lidah, bagi orang-orang shalih, sangat bepengaruh bagi keselamatan mereka. Imam Malik rahimahullah, dalam kitab Al Muwatho menukil kisah tentang Umar bin Khattab radhiallahu anhu yang mendatangi Abu Bakar Shiddiq radhiallahu anhu. Ketika itu, Umar melihat Abu Bakar sedang melakukan tingkah aneh, memegang lidahnya dan menariknya. Umar mencegahnya sambil mengatakan,”Hantikanlah, semoga Allah mengampunimu.” Lalu Abu Bakar ra mengatakan “Lidah inilah yang akan mendorongku masuk ke dalam neraka.”
Saudaraku,
Ibnu Abbas radhiallahu anhu juga pernah melakukan sikap yang mirip dengan Abu Bakar. Abnu Abbas ra, tiba-tiba saja menarik lidahnya dan setelah selesai ia mengatakan, “Celaka kamu, katakanlah yang baik maka kamu akan beruntung. Diamlah dari perkataan jelek, maka kamu akan selamat.” Seseorang yang melihatnya bertnaya kenapa ia melakukan itu. Ibnu Abbas mengatakan, “Aku mendengar bahwa seorang hamba pada hari kiamat tidak memiliki sesuatu yang paling mencelakakan melebihi dari apa yang dilakukan lidahnya. Artinya, tidak ada anggota tubuh yang terkena murka Allah lebih besar melebihi lisan.” Tak hanya mereka, orang shalih lainnya, Abdullah bin Abi Zakariya mengatakan, “Aku berusaha untuk bisa mengendalikan lidah selama dua puluh tahun.” Abdullah bin Wahb rahimahullah mengatakan, “Aku bernadzar, bila aku menggibahi seseorang, aku berpuasa satu hari. Tapi akhirnya aku kewalahan, karena aku menggibahi orang lalu aku berpuasa dan aku menggibahi orang lagi dan aku berpuasa lagi. Kemudia aku rubah, berniat aku bila menggibahi orang lain, maka aku akan bersedekah satu dirham. Karena aku sangat cinta dirham, akhirnya aku bisa meninggalkan ghibah.
Saudaraku,
Apa yang sudah kita lakukan dengan lidah kita? Apa saja perkataan yang sudah dikeluarkan, diucapkan oleh lidah kita hari in saja? Apakah ada perkataan yang sia-sia atau bahkan lebih dari itu membahayakan kita dan orang lian? Apa yang ada dalam fikiran kita, jika membaca ungkapan Ibrahim At Taimi yang mengatakan, “Aku diberitakan orang yang menemani Rabi’ berbicara menjelekan orang lain.” Abu Bakar bin Al unir mengatakan bahwa ia mendengar Abu Abdillah Al Bukhari mengatakan, “Aku berharap agar saya bertemu dengan Allah dan Dia tidak menghisabku lantaran aku menggibahi orang lain.” Sesungguhnya, kalau merujuk riwayat orang-orang shalih itu, kendali diri ada pada bagaimana kita bisa mengendalikan lisan. An Nawasi dalam Al Azkar mengatakan, “Kami di sampaikan bahwa Qis bin Sa’idah dan Aktsam bin Shaifi berkumpul. Salah satu dari mereka berkata, “Berapa banyak kita bisa menghitung kesalahan yang dilakukan Bani Adam?” Salah satunya mangatakan, “Tidak bisa dihitung. Tapi yang mampu aku hitung ada delapan ribu kesalahan. Dan ada satu sikap yang bisa dimiliki, maka seseorang akan terlindungi dari seluruh kesalahan. Yakni memelihara lisan.”
Saudaraku,
Mari renungkan berbagai sikap para orang shalih itu. Berapa banyak busa, ludah dalam mulut kita yang bercampur dengan kedustaan, ghibah, fitnah, kemunafikan, mengadu domba, menyebarkan isu, yang bisa melukai orang-orang shalih, para juru dakwah, para ulama. Apa jadinya bila mulut kita penuh dengan busa yang telah kental dengan ghibah, namimah, fitnah, buruk sangka suadara-saudara kita? Pasti merebak kebencian, saling curiga, permusuhan, di antara sesama. Pasti menghabiskan tenaga, menguras energy, menghilangkan banyak waktu. Dan memangkas sekian banyak hasil perjuangan yang harusnya dirawat dan bisa terus dilanjutkan.
Sampai-sampai Imam Abnul Qayyim rahimahullah dalam Al Jawabul Kafi, mengatakan, “Mengherankan sekali manusia sangat memelihara diri dan hati-hati dari makanan yang haram, dari mendzalimi orang lain, dari mencuri, dari meminum-minuman yang memabukkan, dari memandang yang haram dan lalinnya. Tapi sulit sekali bagi mereka untuk memelihara gerak lidah mereka. Tidaklah engkau saksikan, bagaimana ada seseorang yang menjadi rujukan dalam urusan agama, yang zuhud, yang banyak ibadah, tapi ia mengeluarkan kata-kata yang bisa memunculkan kemurkaan Allah sedangkan ia merasa tidak melakukan apa-apa?”
Dalam kitab yang sama Ibnul Qayyim rahimahullah mengatakan, “Sesungguhnya seseorang akan datang di hari kiamat dengan kebaikan seperti gunung. Tapi kemudian sikap lisannya yang menghancurkan kebaikan itu seluruhnya. Ada juga seseorang yang datang dengan keburukan seperti gunung, tapi kemudian lisannya juga yang menghancurkannya dengan berdzikir kepada Allah SWT dan apa-apa yang bisa menyampaikan pada dzikirullah.”
Saudaraku,
Hari-hatilah, bila kita turut mengungkit keburukan saudara kita, lalu Allah SWT menghukum dan menguji dengan musibah. Rasulullah mengatakan, “Jangan kau angkat keburukan saudaramu, sehingga menyebabkan orang itu mendapat rahmat Allah SWT sedangkan engkau akan ditimpa musibah oleh Allah.” (HR. Turmudzi)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar