Senin, 31 Agustus 2020

“HADIRLAH DI ANTARA AYAT SURAT ABASA”

“HADIRLAH DI ANTARA AYAT SURAT ABASA” KARYA M. LILI NUR AULIA

Dikutib dari Majalah Tarbawi (edisi 182 Th.10)

 

Saudaraku,

Semoga kita tidak termasuk orang yang “jauh” dari Al Quran. Jauh dari memebacanya, atau mungkin juga jauh dari mentadabburi kandungannya. Jauh dari mengambil pelajaran hamparan kisah yang disajikan. Jauh dari panduan serta hukum yang diturunkannya. Saat mengkaji ragam jalan keluar dan solusi masalah yang kita hadapi, mungkin kita lupa, bahwa Al Quran adalah Kalamullah, firman Allah SWT.

Sejenak saja sekarang, kita mentadabburi kandungan firman Allah SWT dalam surat ‘Abasa. Hadirkan jiwa dan fikiran kita kea lam surat Abasa. Gambarkan dalam benak kita, bahwa kita tengah hidup di Makkah, di antara gunung dan candasnya, di antara bebatuan yang terpecah karena lama diterpa panas yang begitu menyengat……

Sementara, di sudut lain, ada bangunan Ka’bah yang masih tersandera karena diisi dan dikelilingi patung-patung yang disembah oleh orang-orang kafir Quraisy. Sungguh saat itulah, dakwah Islam sedang melewati fase-fase pertamanya yang sangat sulit. Seklaligus katika itu pula, dakwah Islam jatuh bangun hingga teseok mencari celah yang bisa menyelamatkan kemanusiaan yang melawan tirani kejahiliyahan. Jumlah kita kala itu, bukan hanya sedikit, tapi juga dalam posisi yang lemah. Kita yang terus menerus menjadi korban kezaliman orang-orang kafir yang tidak rela dan menghalangi keimanan. Saat itulah, Rasulullah SAW tak berhenti mengerahkan semua daya upaya, jiwa, tenaga dan fikirannya, untuk terus menyampaikan risalah Islam mencari peluang yang bisa menopang penyebaran dakwah agar bisa lebih kuat dan diterima di masyarakat Arab ketika itu.

 

Saudaraku,

Bayangkanlah bagaimana jerih keringat, letih payahnya Rasul SAW kala itu. Sampai tergambar dalam fikirannya, jika para tokoh Quraisy mau menerima dakwahnya, akan terbuka kemungkinan semakin besar lagi masyarakat Quraisy lainnya yang akan mengikuti mereka menerima Islam. Itulah sebabnya, Rasul SAW sangat berambisi untuk mengajak dialog, berdiskusi dan mengingatkan mereka. Sampai akhirnya Rasulullah SAW bertemu dengan sejumlah tokoh dan petinggi kafir Quraisy, untuk memulai dakwahnya kepada mereka.

 

Saudaraku,

Dalam situasi seperti itulah, seorang buta bernama Abdullah bin Ummi Maktum datang kepada Rasulullah SAW. Ia berkata menghiba kepada Rasulullah SAW, “Ajarkanlah aku apa-apa yang Allah ajarkan kepadamu. Ajarkanlah aku ya Rasulullah…” Situasi yang sempit, keadaan yang sulit dan suasana yang sedang penuh keseriusan, membuat Rasulullah SAW tidak terlalu memperhatikan isi permintaan Abdullah bin Ummi Maktum. Rasulullah SAW berpaling darinya. Tapi Abdullah bin Ummi Maktum terus kembali mengulangi permintaannya agar ia bisa belajar lebih banyak dari Rasulullah SAW tentang ajaran Allah SWT. Ia sungguh-sungguh ingin menggapai pahala dan balasan dari Allah SWT.

 

Saudaraku,

Hati dan fikiran Rasulullah SAW ketika itu benar-benar sedang sibuk dengan keinginan yang membuncah agar para tokoh kafir Quraisy itu bisa menerima dakwahnya. Itulah yang menyeabkan Rasulullah SAW mengabaikan permintaan Abdullah bin Ummi Maktum. Tapi setelah Rasul SAW usai melakukan pertemuan itu, turunlah firman Allah SWT penggalan ayat-ayat pertama dari surat Abasa. Isi surat itu adalah peringatan untuk Rasulullah SAW. Dari siapa? Dari Allah SWT, Tuhan Yang Memerintahkannya untuk menyebarkan dakwah-Nya.

Apa pelajaran yang bisa kita petik di sini?

Perhatikanlah, dalam ayat itu, kita hanya akan mendapati firman Allah SWT itu berupa sindiran saja kepada Rasulullah SAW. Allah SWT hanya menyebutkan bahwa seorang buta yang mendatangi Rasulullah SAW itu sebenarnya orang yang takut kepada Allah SWT, sebagaimana firman-Nya yang berbunyi “wa huwa yakhsyaa” (dan dia takut kepada Allah SWT). Penjelasan tentang kondisi hati orang yang datang kepada Rasulullah SAW itu saja sudah sangat mengena bagi Rasulullah SAW. Ini menunjukan bahwa teguran, harus disampaikan dengan bahasa yang tepat. Di samping, penerima teguran, hendaknya mampu mengerti isi teguran meski dengan ungkapan yang tidak langsug. Itu pelajaran utama.

 

Saudaraku,

Selain itu, ayat-ayat dalam penggalan pertama surat ini juga menyebutkan dua tahap seseorang untuk bisa meraih hidayah Allah SWT. Yakni, “as sa’yu” (susah payah) dan “al khasyiyah” (rasa takut kepada Allah SWT) sebagaimana tertuang dalam ayat 8 dan 9, “dan adapun orang yang datang kepadamu dengan bersusah payah. Dan dia takut kepada Allah SWT.” Artinya, siapapun yang mengkehendaki hidayah Allah SWT, dia harus bersusah payah berusaha mencari dan mendapatkannya, dan selain itu ia juga harus memiliki rasa takut kepada Allah SWT dalam hatinya.

Selanjutnya, surat Abasa menghamparkan ayat-ayat yang menganjurkan kita untuk tafakkur dan tadzakkur dengan berbagai fenomena alam. Perhatikanlah firman Allah SWT dalam surat ini di ayat 24-28. Kemudian di tutup dengan uraian tentang ketakutan dan kengerian hari kiamat di ayat 33-36. Semuanya mengarahkan kita untuk berfikir dan mengingat berbagai karunia Allah SWT di muka bumi ini, dan bagaimana kondisi akhir dari semuanya.

 

Saudaraku, yang dirahmati Allah,

Kita semua sangat mungkin bersalah. Maka, pelajaran berharga dari surat Abasa yang terbesar dalam hal ini adalah, bagaimana kita bisa menerima teguran dengan lapang dada, atas kesalahan dan kekurangan yang kita lakukan. Dan salah satu bentuk penerimaan itu adalah, kita tidak merasakan bahwa teguran itu sebagai penghinaan atau sebagai sesuatu yang menandakan kerendahan. Seperti ungkapan indah yang keluar dari lisan Umar bin Khattab radhiallahu anhu, “rahimallahu imra-an, adhaa ilayya uyuubii.” Semoga Allah SWT merahmati seseorang yang menunjukan kekurangan-kekurangan saya.

 

Bisakah sikap ini ada pada diri kita, saudaraku?

Tidak ada komentar: