“MUTIARA KEIKHLASAN ITU” KARYA M. LILI NUR AULIA
Dikutib dari Majalah Tarbawi (edisi 189 Th.10)
Malam sudah sangat gelap. Jalan-jalan kota Madinah pun sudah senyap. Namun di tengah sepi, Khilafah Umar bin Khattab ra justru mengendap perlahan dan keluar dari rumahnya. Ia terus melangkahkah kaki hingga masuk ke rumah seseorang. Gerak gerik Umar ternyata disaksikan oleh seseorang dari kejauhan. Sedangkan Umar radhiallahu anhu tak sadar bila ada orang yang memperhatikannya. Orang yang memperhatikannya adalah juga seorang sahabat shalih terkenal, Thalhah ra namanya. Ia hanya melihat Umar bin Khattab masuk ke dalam rumah dan tidak tahu apa yang dilakukan Umar di dalam rumah tersebut. Hatinya bergemuruh, adakah sesuatu kesalahan yang dilakuan Umar ra, sang khalifah ketika itu?
Esok paginya, Thalhah bergegas mendatangi rumah yang di datangi Umar tadi malam. Di dalam rumah itu, ternyata ia tak mendapatkan apa-apa kecuali seseorang nenek renta yang buta dan tak mampu lagi banyak bergerak. Thalhah bertanya, “Apa yang dilakukan seseorang yang tadi malam mendatangi rumahmu?” Nenek itu tidak tahu bila yang mendatangi rumahnya adalah Khalifah Umar bin Khattab ra. Ia mengatakan, “Ia sudah lama berjanji untuk melakukan sesuatu yang bisa memeperbaiki keadaanku dan menghilangkan kotoran dari rumahku. Ia menyapu dan membersihkan tempat tinggalku ini…”
Saudaraku,
Seperti itulah yang dilakukan oleh Zainal Abidin bin Ali bin Al Husein ra. Adz Dzahabi, ulama sejarawan, menguraikan kisah tentangnya. Ali bin Al Husein membawa karung roti di atas pundaknya di waktu malam untuk disedekahkan kepada yang membutuhkan. Dialah yang sering mengatakan sabda Rasulullah SAW, “Shadaqah secara rahasia akan mematikan api kemarahan Rabb.” Lalu, ketika Ali bin Al Husein ra meninggal, sahabatnya berkisah ada bekas hitam di punggungnya. Orang-orang bertanya, “Bekas apa ini?” Setelah diselidiki, ternyata itulah bekas hitam akibat memanggul karung roti dan gandum saat malam, yang diberikan kepada kaum miskin. Sebagian orang faqir yang mengetahui hal itu barulah sadar bila yang memberikan shadaqah secara rahasia di malam gelap adalah Ali bin Al Husein. “Kami tidak pernah kehilangan shadaqah rahasia kecuali setelah Ali bin Al Husein meninggal,” ujar mereka.
Saudaraku,
Abdullah bin Al Mubarak kerap mendatangi sebuah tempat bernama Reqa, sebagai tempat singgahan menuju Al Khan, untuk berjihad. Di Reqa ia bertemu dengan seorang pemuda yang membantu ragam keperluan sambil mendengarkan hadits darinya. Ketika suatu saat Abdullah bin Al Mubarak mendatangi Reqa kembali, ia tak mendapati pemuda itu. Tapi karena terburu-buru, Abdullah bin Mubarak segera meninggalkan Reqa dan berangkat berjihad. Hingga suatu ketika ia pulang berjihad kembali ke Reqa, bertanya tentang pemuda tersebut. Orang-orang mengatakan, pemuda itu kini sedang ditahan karena terlilit hutang dan tidak bisa membayarnya. “Berapa hutangnya?” Ujar Abdullah. Mereka menjelaskan, “Sepuluh ribu dhirham.”
Hari itu juga, ketika malam turun, Abdullah bin Mubarak memanggil pemilik uang yang menahan pemuda itu. Ia lalu memberikannya uang sebanyak sepuluh ribu dirham sambil menegaskan agar jangan memberitahu siapa yang memberikan uang itu selama dirinya masih hidup. Di waktu pagi, pemuda itupun dilepaskan dari tahannya.
Abdullah bin Mubarak kemudian menemui pemuda itu dan berpura-pura tidak tahu apa yang terjadi atas dirinya. “Di mana kamu saat itu? Saya tidak melihatmu di Khan?” Pemuda itu menjelaskan, “Saya ditahan karena hutang. Tapi kemudian ada seseorang yang datang menebus hutangku dan saya tidak tahu siapa dia.” Abdullah bin Mubarak mengatakan, “Ucapkanlah Alhamdulillah atas pertolongan Allah SWT kepadamu karena hutangmu telah lunas.”
Saudaraku,
Keikhlasan para orang shalih terdahulu, dalam bentuk merahasiakan amal-amal, terjadi dengan membuat kita tercengang membaca kisah mereka. Dengarkanlah bagaimana istri Hasan bin Sinan bercerita. Suatu malam, suaminya, Hasan datang ke kamarnya kemudian berpura-pura tidur seperti orang berpura-pura tidur membohongi anaknya. Ketika ia juga merasa saya juga tertidur, ia kemudian bangun dan ingin keluar kamar untuk mengambil air wudhu dan shalat. Ketika itu, saya mengatakan, “Ya Abu Abdillah, engkau sudah menyiksa tubuh. Bersifatlah lembut terhadap dirimu sendiri.” Ia terkejut dan mengatakan, “Diamlah saya khawatir bila aku tertidur dan tidak dapat bangun lagi selamanya.”
Yang mengejutkan di antara riwayat-riwayat tentang keikhlasan tadi adalah apa yang dikisahkan oleh Adz Dzahabi dalam As Siyar. “Daud bin Abi Hind berpuasa sunnah selama empat puluh tahun tanpa diketahui keluarganya. Ia biasa membawa makanan di pagi hari, tapi di tengah jalan saat siang, makanan itu ia berikan kepada faqir miskin.”
Saudaraku,
Sebagian orang-orang shalih pergi pagi dalam kondisi puasa, lalu ia mengusap dua bibirnya dengan minyak agar terlihat tidak kering dan tidak terlihat sedang berpuasa. Terkait membaca Al Quran, Ibnul Jauzi dalam Ash Shafwah mengutipkan kisah dari Sufyan Ats Tsauri. “Saya diceritakan oleh istri Ar Rabii’ bin Haitsam, “Hampir semua ibadah yang dilakukan Ar Rabii’ seluruhnya rahasia. Jika ada orang datang kepadanya saat ia membaca Al Quran, ia segera menutupi Al Quran dengan pakaiannya agar tidak terlihat sedang membaca Al Quran. Masyarakat disekitar rumahnya mengatakan, “Shalat sunnah Ar Rabii’ tidak pernah terlihat dilakukan di masjid, kecuali satu kali.”
Adz Dzahabi mengutipkan pula kisah tentang Ayyub Assakhtiyani dari Muhammad bin Zaid ra. Tokoh Ulama zaman Tabi’in yang terkenal ahli ibadah. Tulis Azd Dzahabi, “Adalah Ayyub Assakhtiyani saat berada dalam satu majelis, mendengar nasihat yang membuatnya menangis. Tiba-tiba ia tersandar dan mengatakan, “Sakit pilek ini luar biasa…”
Merenunglah saudaraku…
Ada apa dengan kita?
Tidak ada komentar:
Posting Komentar