“KENIKMATAN SAAT-SAAT AWAL” KARYA M. LILI NUR AULIA
Dikutib dari Majalah Tarbawi (edisi 239 Th.12)
Kondisi kurang tidur atau juga disebabkan sulit tidur, di waktu malam. Banyak orang yang membicarakan tema tersebut karena di anggap bisa memberi dampak tidak baik bagi kesehatan. Beragam tips dan metode untuk mengatasi suasana kurang tidur di waktu malam, banyak diberikan para dokter dan pemerhati kesehatan. Malam adalah waktu tidur. Sedangkan siang adalah waktu untuk beraktivitas. Begitulah.
Saudaraku,
Tapi pernahkah kita menyadari bahwa kondisi sedikit tidur di waktu malam itu justru sebuah kondisi yang disebutkan atau dianjurkan, dalam Al Quran? Jika kita buka lemabar-lembar Al Quran, sejatinya kita akan merasa terkejut atau juga mungkin malu, saat melihat ayat-ayat yang berbicara tentang situasi malam seorang mukmin.
Lihat contoh lainnya dalam surat Adz Dzaariyaat. Di awal-awal surat itu, Allah SWT menyebutkan, suasana kengerian di hari kiamat. Selanjutnya dimulailah sentuhan ayat tentang kondisi sekelompok manusia yang dapat kebahagiaan abadi karena mereka mendapatkan pahala untuk sampai ke ‘jannaatin wa ‘uyuuun’ (taman-taman surga dan mata air- mata air). Tapi, apakah sebab yang menjadikan mereka bisa mencapai kondisi seperti itu. Perhatikanlah di ayat 16-17 dalam surat itu disebutkanm “Sambil menerima segala pemberian Rabb mereka. Sesungguhnya mereka sebelum itu di dunia adalah orang-orang yang berbuat kebaikan. Di dunia mereka sedikit sekali tidur diwaktu malam.”
Perhatikanlah saudaraku,
“Mereka sedikit sekali tidur diwaktu malam…” itulah kondisi mereka yang melatarbelakangi kebahagiaan abadi yang Allah SWT berikan kepada mereka di akhirat. Jika kita terkejut, sangat wajar. Renungkanlah sekali lagi kata-kata “qaliil” yang artinya “sedikit” dalam ayat itu. Ke manakah mereka di sisa waktu malam yang banyak? Apa yang mereka lakukan? Mereka menahan kantuk, sedikit tidur, bersama Allah SWT, melakukan dzikirullah dengan segala bentuknya. Tunduk, pasrah, bermunajat dihadapan Allah SWT, mengagungkan-Nya, benar-benar merasakan faqiq di hadapan-Nya.
Dalam surat Az Zumar, hal yang hampir sama juga difirmankan oleh Allah SWT. Ketika Allah SWT menyebutkan sejumlah ayat-ayat kauniyah, disebutkanlah tentang sikap tidak tidur diwaktu malam dalam keimanan, tapi dengan redaksi yang berbeda. Dalam ayat ini, Allah SWT menjadikannya sebagai salah satu petunjuk atau timbangan ilmu. Ya, bangun di waktu malam, melakukan shalat malam, merupakan salah satu petunjuk keilmuan sesuai teks yang disebutkan dalam Al Quran. Perhatikanlah bagaimana bunyi ayat tentang hal itu, “(Apakah kamu Hai orang musyrik yang lebih beruntung) ataukah orang yang beribadah di waktu-waktu malam dengan sujud dan berdiri, sedangkan ia takut kepada (Azab) akhirat yang mengharapkan rahmat Tuhannya? Katakanlah : “Adakah sama orang-orang yang mengetahui dengan orang-orang yang tidak mengetahui?” Sesungguhnya orang yang berakallah yang dapat menerima pelajaran.” (QS. Az Zumar :9)
Ujung ayat ini menjelaskan bagaimana Allah SWT menjadikan orang yang tidak beribadah kepada Rabbnya di waktu malam, sebagai indikasi kebodohan. Kebalikannya, orang yang beribadah di waktu malam adalah indikasi ilmunya. Tentu saja yang dimaksud ilmu dalam ayat Al Quran ini tidak diukur lewat predikat ilmiyah tertentu, melainkan melalui kedalaman pengetahuannya kepada Allah SWT yang mampu mendorongnya untuk beribadah kepada Allah SWT.
Saudaraku,
Lihatlah bagaimana Allah SWT menyifatkan mereka dalam kalimat “saajidan wa qoo’iman” (Sujud dan berdiri) untuk menggambarkan bagaimana semangat dan upaya mereka beribadah kepada Allah SWT. Bahkan kemudian Allah SWT menggambarkan suasana hati mereka dalam firman-Nya, “yahdzarul aakhirata wa yarjuuu rahmata rabbihi” (mereka takut kepada akhirat dan berharap rahmat dari Tuhannya). Berpadu dan berbaurlah seluruh nuansa keimanan ini dalam hati mereka, persis di kala banyak manusia di sekelilingnya tidur pulas.
Saudraku,
Apakah kita bisa meraba bagaimana Allah SWT melukiskan keagungan suasana keimanan diwaktu malam itu untuk kita? Bukankah sangat jelas sekali bahwa sesugguhnya Allah SWT menginginkan kita melakukan dan menjadi golongan orang-orang itu? Ingatlah bahwa Allah SWT menjadikan sikap itu sebagai petunjuk atau tanda-tanda ilmu. Dan sebaliknya, tanda-tanda kejahilan atau kebodohan. Inginkan kita memiliki indikasi ilmu seperti yang disebutkan Allah SWT itu?
Sekarang perhatikanlah lagi di dalam surat As Sajdah. Allah SWT memulainya dengan menyebutkan keistimewaan orang-orang yang beriman kepada ayat-ayat-Nya. Lalu Allah SWT menggambarkan kondisi orang-orang mukmin yang shadiq, saat berada di Kasur, yang kemudian mengingat akhirat sehingga lambung mereka tidak digunakan untuk banyak tidur. Mari renungkan ayat ini, Allah SWT berfirman, “Lambung mereka jauh dari tempat tidurnya dan mereka selalu berdoa kepada Rabbnya dengan penuh rasa takut dan harap, serta mereka menafkahkan apa-apa rezeki yang Kami berikan.” (QS. As Sajdah :16)
Saudaraku,
Apa yang kita rasakan saat melewati dan membaca ayat-ayat ini? Sudah berapa penggal bagian usia kita yang kita lewati? Mungkinkah sudah sepertiganya? Atau sudah separuhnya? Atau seperempatnya….? Tidak ada yang tahu. Mari sama-sama membayangkan kondisi orang-orang yang disebutkan dalam firman Allah SWT itu. Bagaimana kondisi mereka dan suasana malam yang menyelimuti mereka. Mereka yang tidak merasa nyaman untuk tidur di atas kasur, lalu akhirnya bangun dan menghadap kiblat bertemu Rabbnya. Mereka bertasbih, bermunajat, sujud dan beridiri menghadap Allah SWT. Seperti yang juga Allah sebutkan sifat-sifat ibaadurrahmaan, “Dan orang-orang yang bermalam untuk Tuhan mereka sujud dan beridri…” (QS. Al Furqaan : 64)
Saudaraku,
Mungkin kita termasuk orang-orang yang sangat berat untuk beribadah di waktu malam dan merasakan penat luar biasa di siang hari jika melakukannya. Seorang ulama ditanyakan tentang hal ini, menjawab, “Saudaraku, mohonlah bantuan Allah SWT. Mulailah sekarang juga, malam ini juga dan jangan menunda-nunda pelaksanaannya. Percayalah, Allah SWT akan memberimu kenikmaan sejak awal engkau melakukannya.” Lazzatul bidaayah (kelezatan awal) itulah istilah yang dikatakan Ibnul Qayyim rahimahullah, mengutip perkataan Al Junaid, “Aku sangat merindukan waktu-waktu awal.” Waktu-waktu awal yang dimaksud adalah, kenikmatan saat-saat memulai sebuah ibadah dan berupaya mencari keruidhaan Allah SWT. (Madaarij as saalikiin, Ibnul Qayyim)
Mari kita coba saudaraku…
Tidak ada komentar:
Posting Komentar