Rabu, 06 Januari 2021

“APA SUARA HATIMU”

“APA SUARA HATIMU” KARYA M. LILI NUR AULIA

Dikutib dari Majalah Tarbawi (edisi 253 Th.12)

 

Taka da ciptaan Allah SWT yang sia-sia. Semuanya, pasti mengandung hikmah. Termasuk penciptaan kita sebagai manusia. Melalui ayat-ayat Al-Quran dan petunjuk hadits Rasulullah SAW, kita bisa mendapatkan sebagian dari hikmah penciptaan manusia itu. Seperti misalnya firman Allah SWT. dalam ayat Al Ankabut ayat 2-3 yang artinya, “Apakah manusia itu mengira bahwa mereka dibiarkan saja mengatakan, “Kami telah beriman,” sedangkan mereka tidak diuji? Dan sesungguhnya Kami telah menguji orang-orang yang sebelum mereka, maka sesungguhnya Allah mengetahui orang-orang yang benar dan orang-orang yang dusta.” Ayat ini bermakna di antara hikmah penciptaan kita, adalah untuk menguji manusia dengan ragam ujian dan fitnah, hingga tersaring yang baik dari yang buruk.

Saudaraku,

Hikmah penciptaan itu sebenarnya layak membuat kita waspada. Karena orang-orang shalih yang menyadari hikmah ujian dan fitnah itu, umumnya merasa khawatir dan takut terjerumus dalam kesalahan. Mereka takut bila akhirnya mereka terpeleset dan jatuh dalam kubangan dosa. Mereka lalu berupaya membekali diri untuk terus menerus melakukan amal-amal shalih, mendekatkan diri pada kebaikan, dan menjauhi keburukan apapun.

Meski begitu saudaraku,

Kita memang memiliki peluang besar untuk terpeleset dan jatuh. Meski kita telah berusaha, berhati-hati, tapi bila kita lalai sedikit saja, bukan tidak mungkin kita jatuh dalam lubang, terseret gelombang kemaksiatan hingga akhirnya tergulung-gulung dan terombang ambing dalam besarnya fitnah.

Saudaraku,

Bersyukur kehadirat Allah SWT, yang telah memberi kita untuk menyadari penyimpangan di awalnya. Sebuah sinyal yang muncul dari keimanan, yang memberitahu pada kita setiap kita akan melakukan sesuatu yang salah. Sinyal itu adalah khowaathir al qalb, lintasan hati, atau bisa juga disebut, suara hari.

Lintasan hati. Ternyata inilah awal kelalaian yang bisa menjerumuskan banyak orang shalih atau orang yang berusaha untuk lebih baik dalam kehidupannya. Mereka yang bertekad taubat dari kesalahan, tapi mengulangi kesalahan itu lagi. Berjanji pada Allah untuk tidak mengulangi perbuatan dosa, tapi ternyata kembali melakukan dosa yang sudah dijauhinya. Kesalahan pertamanya, ada pada sikap melalaikan khowaathir al qalb, atau lintasan hati. Kita lupa, bahwa sesungguhnya hati orang beriman itu adalah mulia, agung, tinggi, sehingga ia berfungsi menyuarakan sesuatu yang baik kepada pemiliknya.

Kita bersikap tasaahul atau memudahkan, menggampangkan, tidak mempedulikan, menggampangkan, tidak mempedulikan lintasan hati. Membiarkan bersuara dan bicara, hingga lewat begitu saja. Melupakan bahwa sesungguhnya Allah SWT menciptakan hari dalam kedudukan istimewa, sebagaimana sabda Rasulullah SAW,”Sesungguhnya Allah SWT tidak melihat pada bentuk kalian, tidak pada tubuh kalian, tapi melihat pada hati kalian.”

Saudaraku,

Mari kita tengok perkataan Ibnul Qayyim Al Jauziyah memiliki ungkapan baik sekali tentang hal ini. Dalam kitab “Thoriiqul hijratain wa baabu as sa’aadatain”, ia menuliskan kaidah yang bisa mendekatkan diri agar selalu istiqamah dalam beragam kondisi. Menurutnya, “Hati-hatilah dari sikap menggampangkan suara hati dan membiarkannya. Sesungguhnya asal keburukan itu muncul dari sikap itu. Karena hati sebenarnya merupakan arena syetan menyebarkan benihnya di tanah hati. Syetan akan terus menyiraminya sampai terjadi sebuah tekad. Dan syetan akan terus menyiraminya sampai kemudian tumbuh berbuah menjadi amal perubatan.”

Menurut Ibnul Qayyim, mengusir bisikan syetan tatkala masih merupakan benih itu lebih mudah daripada melepaskan dari di saat sudah berbentuk keinginan dan tekad.” Sama seperti orang yang menganggap enteng percikan api yang ada di kayu kering, lalu ketika api membesar, api itu menjadi sulit dipadamkan,” ujar Ibnul Qayyim.

Saudaraku,

Kita harus yakin bahwa suara lintasan hati yang disuarakan oleh keimanan, selalu lebih kita daripada suara yang buruk. Jika keduanya ada dan bertarung dalam diri manusia, niscaya, suara keimanan itulah yang akan menang. Tapi sayangnya, menusia tidak mengerti dan mebiarkan hatinya dalam kondisi lemah dan menjerit saat ia hampir terkalahkan oleh suara hati yang diarahkan oleh syetan. Para ulama mengatakan, “Siapa saja yang bisa merasakan kehadiran Allah SWT dalam lintasan hatinya, maka Allah akan memelihara gerakan tubuhnya dari dosa…”

Maka jika hati disemai dengan benih-benih lintasan hati keimanan, rasa takut kepada Allah, cinta kepada Allah, sikap tulus dan jujur, sikap mengharap pahala, lalu tersirami terus menerus dengan nilai-nilai itu hingga menjadi amal, semakin sulit syetsan menyaingi persemaian itu. Ibnu Al Qayyim rahimahullah mengatakan, “Kemarau yang melanda hati adalah kelalaian. Kelalaian itulah hakikat kekeringan dan kemarau yang menimpanya. Selama seorang hamba tetap mengingat Allah dan mengabdikan diri kepada-Nya niscaya hujan rahmat akan turun kepadanya sebagaimana layaknya air hujan yang terus menerus turun. Namun, apabila ia lalai maka ia akan mengalami masa kering yang berbanding lurus dengan sedikit banyaknya kelalaian yang terjadi paadanya. Dan apabila terrnyata kelalaian telah berhasil menjajah dan menguasai dirinya maka jadilah ‘buminya’ itu hancur dan binasa...”

Saudaraku,

Hati kita, karena ia memiliki keimanan, pasti bisa menyuarakan keimanan di saat kita memerlukannya. Apakah kita peduli dengan suaranya?

Tidak ada komentar: