Rabu, 13 Januari 2021

SELAMA TIDAK GAGAL DI MATA ALLAH SWT

“SELAMA TIDAK GAGAL DI MATA ALLAH SWT” KARYA M. LILI NUR AULIA

Dikutib dari Majalah Tarbawi (edisi 118 Th.10)

 

Rasulullah SAW pernah bersabda, “Orang mukmin yang berbaur dengan masyarakat dan bersabar dari perbuatan buruk mereka, itu lebih baik daripada orang mukmin yang tidakberbaur dengan masyarakat dan tidak bersabar dari perbuatan mereka. (HR. Ibnu Majah)

Apa maknanya, saudaraku?

Salah satunya adalah untuk menjadi obat bagi kita, saat menghadapi kesulitan atau kekecewaaan di jalan ini. Bahwa, sebuah amal pastilah menangung resiko. Dan termasuk resiko beramal adalah, menghadapi kegagalan. Kegagalan harus menjadikan kita lebih dewasa dan matang. Kegagalan harus menjadikan kita lebih memiliki peta terhadap kekurangan dan kelebihan kita masing-masing. Kegagalan harus menciptakan kita lebih dekat kepada Allah SWT, lebih menggantungkan segalanya kepada Allah SWT, lebih tunduk dan luruh di hadapan Allah SWT. Itu artinya, kita akan semakin kenal kapasitas diri. Dan semuanya itu, adalah kebaikan.

Setidaknya, kegagalan yang kita hadapi bukanlah terbebani oleh satu dua orang atau hanya kita penyebab utamanya. Karena, kegagalan itu, bagian dari sunnah kehidupan itu sendiri. Bahkan kegagalan secara makna yang sesungguhnya. Kisah para Nabi Allah seperti Yahya dan Zakaria                   –alaihimassalam- di mana keduanya di bunuh oleh kaumnya, layakkah kita pertanyakan, “Apakah terjadi kekeliruan mendasar yang dilakukan oleh dua Nabi Allah itu sehingga Allah SWT “membiarkan” dua hamba-Nya, dua Nabi-Nya, dua Rasul-Nya ini dibunuh dengan cara yang sangat keji oleh kaumnya?”

Saudaraku,

Lihatlah juga, bagaimana perjuangan dakwah yang dilakukan oleh Nabiyullah Nuh alaihisallam sebagai pelajaran paling berharga dalam konteks ini. Perhatikanlah bagaimana gamblangnya Allah SWT memaparkan kerja keras dan kesungguhan Nabiyullah Nuh as dalam berdakwah, lalu apa realitas yang harus dihadapinya. Allah SWT mengutip perkataan Nabi Nuh alaihisallam, yang gigih berdakwah dalam do’anya, “Robbi inni da’autu qaumi lailan wa naharo..” Rabbkun sungguh aku telah mendakwahi  kaum ku malam dan siang…” Tapi hasilnya, hanya sedikit dari kaum Nabi Nuh yang menyambut dakwahnya.

Saudaraku,

Kisah-kisah kegagalan seperti dua nabi yang mulia ini tak hanya itu. Di zaman Rasulullah SAW, kisah perang Mut’ah (tahun 6 H) di mana gugur dalam peperangan itu 3 panglima Islam; (1) Zaid bin Haritsah yang pernah disebut bin Muhammad SAW, (2) Ja’far bin Abi Thalib, dan (3) Abdullah bin Rawahah, dan kemudian pasukan dibawa pulang secara rahasia oleh Khalid bin Al-Walid ke Madinah. Hampir semua sahabat Nabi menyebut mereka dan pulang sebagai farraruun, orang-orang yang lari dari medan laga. Artinya, menurut mereka, mereka adalah orang-orang yang “gagal”.

Pada zaman Mu’awiyah radhiyallahu’anhu, kaum muslimin mengepung kota Konstatinopel. Masih banyak generasi sahabat pada waktu itu, diantaranya Abu Ayyub Al-Anshari radhiyallahu’anhu yang kini makamnya ada di kota Istanbul. Kota itu dikepung oleh generasi khairul quruun (sebaik-baik zaman) selama 2 tahun dan kota itu tidak takluk, apalagi jatuh. Setelah dua tahun dikepung dank arena Mu’awiyah radhiyallahu’anhu wafat, pengepungan dihentikan dan pasukan Islam ditarik mundur dengan “tanpa hasil”, dalam arti “gagal” menjatuhkan kota tersebut.

Saudaraku,

Ternyata, memang tidak ada kegagalan selama kita tetap bekerja, beramal dan melangkahkan kaki di jalan ini. Karena ukuran kegagalan itu tak dilihat dari bagaimana hasil dari serangkaian usaha dan juang kita di sini. Neraca kegagalan, tak pernah diukur dari apakah usaha kita itu menghasilkan prestasi yang dibanggakan dalam ukuran manusia dan keduniaannya.

Gagal dan berhasilnya kita, semata ada pada penilaian Allah SWT atas apa dan sebatas apa yang telah kita persembahkan untuk-Nya disini, dalam hidup ini, di jalan ini. Berusahalah untuk tidak tenggelam dalam obsesi yang terlalu tinggi, dan tidak over optimis hingga membuat kita buta dan kurang jeli melihat dan menilai sesuatu. Beri ruang pragmatis untuk kegagalan yang mungkin terjadi. Pengalaman kita di jalan ini menunjukkan, sebuah optimism yang berbelih, justru membantu adanya sikap ujub dan takabbur dan di sisi lain meminimalisir sikap tawadhu’ dan tawakkal. Padahal sikap sombong adalah pertanda bahwa sebuah amal tidak akan memperoleh taufiq dari Allah SWT.

Sayyid Quthb saat mengulas peperangan Badar mengulas indah masalah ini. Ia mengutarakan bahwa pasukan Islam harus menghindari dua kutub perasaan yang bisa melemahkan. Jika pasukan Islam menganggap musuhnya sangat banyak dan kuat, itu akan melemahkan mental pasukan dalam berperang. Sebaliknya, jika pasukkan Islam menganggap musuhnya sedikit dan lemah, itu juga akan memunculkan kelemahan dan mental perang yang tidak kuat. Karena itu, kita juga harus mempersiapkan diri untuk tidak berada dalam dua kutub seperti itu. Kita harus berada di tengah-tengah. Kita tidak boleh menganggap target perjuangan yang akan dicapai terlalu berat, dan juga tidak menganggap target itu sangat mudah dicapai. Keduanya akan mewarisi kelemahan dan menjauhkan kita dari tawakkal kepada Allah SWT.

Tentang ketaqwaan kita juga bisa belajar dari Sabda Rasulullah SAW, yang disampaikan oleh Umar bin Khattab ra, “Sekiranya kalian benar-benar betawakkal kepada Allah SWT dengan tawakkal yang sebenar-benarnya, sungguh kalian akan diberi rezeki (oleh Allah SWT) sebagaimana seekor burung diberi rezeki ; ia pergi pagi hari dalam keadaan lapar dan pulang di sore hari dalam keadaan kenyang. (HR. Ahmad, Turmudzi dan Ibnu Majah).

Saudaraku,

Jadi, ketawakkalan akan menjadi factor penting datangnya jaminan Allah SWT untuk memperoleh apa yang diinginkan. Dan sikap tawakkal, yang tenting dibarengi dengan usaha optimal, sebagaimana burung yang berangat pagi dan pulang petang. Usaha optimal itu juga merupakan indikator ketawadhu’an, artinya merasa kecil, merasa papa, merasa sangat fakir dan sangat bergantung kepada Allah SWT. Perasaan seperti ini melahirkan tawakkal yang semakin tinggi kepada Allah SWT, lalu memunculkan dorongan beramal yang lebih besar lagi.

Tidak ada komentar: