“MIMPI-MIMPI
BESAR” KARYA M. LILI NUR AULIA
Dikutib dari Majalah Tarbawi (edisi 220
Th.11)
Letakkan
telapak tangan kita di atas dahi. Berusaha merenung dan konsentrasi berfikir.
Bertanya pada diri sendiri : “Apa mimpi yang ingin kita raih dalam hidup ini?
Apa obsesi yang begitu menyibukkan kita dalam hidup ini? Apa yang kita fikirkan
siang dan malam? Apa yang kita fikirkan itu sifat duniawi? Atau akhrawi? Apakah
obsesi dan mimpi kita itu sifatnya umum atau spesifik?
Saudaraku,
Jawablah
pertanyaan-pertanyaan itu dan simpanlah baik-baik dalam ingatan. Panggillah
anak dan tanyakanlah, “Apa kondisi yang ia inginkan di masa mendatang?
Bandingkanlah antara apa yang menjadi keinginan mereka dan keinginan kita
dimasa depan. Hampir pasti anak-anak akan menjawab keinginan itu secara ideal,
tinggi, bahkan mungkin ada yang tak mungkin diwujudkan. Sedangkan obsesi dan
keinginan kita umumnya lebih rendah, tidak terlalu tinggi dan pandangan yang
terbatas. Bahkan, boleh jadi ada sebagian kita merasa berat sekedar berobsesi
atau bermimpi dan menginginkan sesuatu yang tinggi serta ideal.
Saudaraku,
Kita,
hidup di zaman yang penuh kelemahan. Wajar bila obsesi serta mimpi kita dan
masyarakat kita pun menjadi rendah, kurang berbobot, tujuannya pendek. Kita
semua sama dalam hal ini. Sebabnya banyak, tapi setidaknya ada sebab penting
yang harus kita sadari. Yakni, minim atau tidak adanya “contoh ideal” yang
hidup di antara kita. Termasuk contoh dari para orang tua kita, atau para
bapak-ibu bagi anak-anak, para pendidik, para guru, para pejabat, para tokoh
dan sebagainya. Minim atau tidak adanya figur atau contoh itu, mau tidak mau
turut menciptakan lemahnya motivasi kita, untuk memiliki cita-cita atau
keinginan yang tinggi. Seperti yang kita alami sekarang ini.
Mari
perhatikan bagaimana kondisi orang-orang yang memiliki mimpi-mimpi besar.
Barangkali kondisi mereka bisa mendorong dan membungkam penghalang mimpi yang
kini sedang mengepung kita. Barangkali keadaan mereka bisa mengeluarkan kita
dari mimpi kecil menjadi mimpi besar. Barangkali peran-peran mereka bisa
menjadikan kita memiliki peran-peran yang lebih luas dari sekarang.
Saudaraku,
Adalah
Hindun binti Utbah Ummu Mu’awiyah bin Abi Sufyan, seorang wanita yang termasuk memiliki
mimpi besar itu. Suatu ketika, saat ia berada di Mina bersama puteranya Mu’awiyah
yang baru saja tersandung batu dan terjatuh di atas tanah. Hindun berkata pada
anaknya, Mu’awiyah, “Bangunlah, bila engkau bisa bangkit maka engkau akan di
tinggikan derajatnya oleh Allah.” Seorang yang mendengarkan perataan ini
bertanya, “Mengapa engkau megatakan seperti itu?” Saya yakin bahwa dia (Mu’awiyah)
akan memimpin kaumnya.” Hindun balik bertanya, “Kaumnya? Allah tidak
meninggikan kedudukannya kecuali bila ia tidak memimpin bangsa Arab semyanya.”
Ini
episode kecil tentang bagaimana mimpi besar seorang ibu. Ia ingin anaknya
menjadi pemimpin bangsa arab semuanya. Dan mimpi itulah yang hadir dipelupuk
matanya dan mimpi itulah yang menjadi panduannya sehari-hari dalam mendidik
anaknya. Ia terus menanamkan mimpi itu pada anaknya dan meyakinkannya. Ia kondisikan
keadaannya untuk mencapai mimpi itu. Ia beri asupan apa yang bisa membekalinya
mewujudkan mimpinya. Hingga akhirnya, Mu’awiyah memang menjadi khalifah pertama
dari khulafa daulah umawiyah. Mu’awiyah memimpin bangsa Arab sekalilgus umat
Islam selama kurang lebih 20 tahun yakni tahun 661 h – 680 h.
Saudaraku,
Ada
kisah lain di zaman kita, tentang ibu dari DR. Ahmed Zewail, yang juga memiliki
mimpi besar. Sejak Ahmed masih kecil, sang ibu sudah menuliskan di pintu kamar
Ahmed sebuah kalimat “Kamar DR. Ahmed Zewail”. Apa yang dituliskan itu, tidak
lain merupakan seluruh keinginan atau mimpi yang ada dalam diri sang ibu. Dan tampaknya,
pesan itu telah sampai dalam diri anaknya. Ahmed Zewail meraih penghargaan
Nobel bidang Kimia tahun 1999 dan menjadi salah satu ilmuan besar dunia. Zewail
sendiri mengakui pengaruh motivasi dan mimpi ibunya itu pada dirinya. Tentu bukan
hal mudah bagi seorang ibu untuk bisa mewujudkan mimpi besar itu pada Zewail. Karena
hari-hari merawat, mendidik dan mebersarkan Zewail lah yang juga menjadi kunci
keberhasilan Zewail.
Saudaraku,
Lagi.
Tentang bagaimana seorang ibu dari Syaikh Abdurrahman As Sudais yang kini
menjadi Imam Masjidil Haram. Bagaimana sang ibu menanamkan dan mengarahkan
mimpi besarnya itu kepada anaknya. Bagaimana sang ibu hari demi hari bersama As
Sudais kecil itu mengingatkannya untuk bisa mencapai mimpinya? Ibunya sering
mengingatkan, “Wahai Abdurrahman, sungguh-sungguhlah menghafal Kitabullah, kamu
adalah Imam Masjidil Haram…” “Wahai Abdurrahman, sungguh-sungguhlah, kamu
adalah Imam Masjidil Haram…” Wahai Abdurrahman, jangan malas menghafal kembali
hafalan harianmu, bagaimana kamu bisa menjadi Imam Masjidil Haram bila kamu
malas? Akhirnya, Syaikh Abdurrahman As Sudais kini menjadi Imam Masjidil Haram.
Dan menjadi salam satu ulama besar yang disegani di dunia Islam.
Saudaraku,
Satu
kisah lain yang boleh kita sudah pernah mendengarnya. Seorang sahabat, Rabi’ah
bin Kaab Al Aslami radhiallahu anhu. Dialah
yang mengatakan kepada Rasulullah SAW, “Ya Rasulullah SAW, aku ingin menjadi
pendampingmu di surga.” Rasulullah SAW mengatakan, “Adakah selain itu ya Rabi’ah?”
Rabi’ah menjawab, “Hanya itu ya Rasulullah.” Lalu Rasulullah SAW mengatakan, “Jika
begitu, bantulah aku untuk mencapai keinginanmu itu dengan memperbanyak sujud.”(HR. Muslim)
Diriwayatkan,
Rabi’ah atas bimbingan orang tuanya, sejak kecil memang sudah kerap kali
terlihat dalam kondisi shalat dan sujud. Dan sepanjang usianya, Rabi’ah
diriwayatkan tak pernah tertinggal shalat berjamaah. Mengapa Rabi’ah mampu
melakukan semua itu? Karena ia ingin meraih mimpinya yang besar tadi. Mimpi ingin
menjadi pendamping Rasulullah SAW di surga.
Saudraku,
Bandingkanlah
antara keinginan kita yang tercetus di awal tulisan ini, dengan keinginan
mereka yang bermipi besar itu? Bandingkanlah obsesi yang ada dalam fikiran kita
itu dengan obsesi mereka? Sesungguhnya, mimpi dan obsesi seseorang yang besar,
indikator ia akan menjadi orang besar.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar