“PERNAHKAH
KITA MERASAKAN SUASANA INI?” KARYA M. LILI NUR AULIA
Dikutib dari Majalah Tarbawi (edisi 211
Th.11)
Jika
kita seorang yang beriman. Harusnya kita bisa merasakan kebahagiaan saat
shalat. Jika kita orang yang beriman. Harusnya kita merasakan suasana tenang
dan teduh saat membaca lembar demi selembar Al Quranul karim, atau saat
bermunajat dan berdo’a kepada Allah SWT. Jika kita orang yang beriman. Seharusnya
kita sangat memberi kebaikan kepada orang lain.
Saudaraku,
Semoga
Allah SWT merahmati Imam Ibnnu Taimiyyah yang mengatakan, “Aku adalah surgaku. Tamanku
ada di dalam dadaku. Kemanapun aku pergi. Penjara bagiku adalah kesempatan
berkhalwat dan Rabbku, kematian bagiku adalah mati syahid, pengasingan bagiku
dari negeriku adalah wisata.” Seorang shalihin pernah juga mengatakan hal yang
senada. Katanya, “Demi Allah, kami selalu dalam bahagia, yang bila anak-anak raja mengetahuinya
niscaya mereka akan menguliti kami untuk mendapatkan kebahagiaan itu dengan
pedang.”
Renungkanlah
tentang kebahagiaan itu. Tentang apa yang menjadi penyebab kebahagiaan ada
dalam diri kita. Kita bisa mencari kebahagiaan itu di pemakaman, karena di sana
kita akan mensyukuri nikmatnya diberi kehidupan. Kita bisa mencari
kebahagiaanitu di rumah sakit, agar kita bersyukur diberikan kesehatan. Atau,
kita bisa mencari kebahagiaan itu dari orang yang sedang tersesat dan lalai. Lihatlah
guratan wajahnya. Lalu kita bisa mensyukuri bila kita berada dalam jalan yang
lurus. Renungkanlah firman Allah SWT, “Sungguh sedikit dari hamba-hamba-Ku yang
bersyukur…”
Ternyata,
kita lebih banyak berfikir tentang apa yang kurang, dari apa yang telah ada….
Saudaraku,
Ketenangan
hati, adalah bagian terpenting dari nikmat Allah kepada kita orang-orang
beriman. Sebab dengan ketenangan hati dan keteduhan jiwa itu, akan lahir banyak
sekali pendrong kebaikan dan suasana senang dan bahagia. Kita, bisa bahagia
dengan nilai kehidupan dan keyakinan kita kepada Allah SWT serta janji-Nya. Bila
hati dan jiwa kita tenang, maka itulah benteng yang akan memelihara hati kita
dari syaitan. “Orang-orang yang beriman dan tentram hati mereka dengan
dzikirullah. Ketahuilah, hanya dengan dzikirullah hati bisa tenang.” (QS. Ar Ra’d
: 28)
Saudaraku,
Basahi
lidah kita dengan dzikirullah. Ada banyak dzikir yang bisa menjadikan kita
bahagia, ridha, tentram, membukakan pintu-pintu rezeki dan keberhasilan. Selalulah
berlindung dan kembali kepada Allah SWT dalam semua hal. Karena hanya Dialah
yang menjadi tempat perlindungan yang Maha menaungi. Allah SWT saja yang
memudahkan jalan hidup ini menuju kebaikan. Dengarkanlah bagaimana suasana hati
seorang shalih yang terungkap dala kata-katanya, “Ada waktu-waktu yang aku
lewati, dimana aku mengatakan dalam kondisi itu, “Seandainya ahli surga berada
dalam kondisi kebahagiaan seperti diriku saat ini, sungguh mereka dalam
kehidupan yang sangat menyenangkan.” Itulah bukti keimanan sejati. Keimanan yang
likukiskan oleh Imam Ibnul Qayyim rahimahullah
dalam kitab Madarij As Saalikin dengan perkataannya, “Sesungguhnya dalam hati
terdapat sebuah sobekan yang tidak bisa
dijahit kecualli dengan menghadap penuh kepada Allah. Di dalamnya juga ada
sebuah keterasingan yang tak mampu diobati kecuali dengan menyendiri bersama
Allah. Di dalam hati juga ada sebuah kesedihan yang tidak pernah berhenti yang
tidak akan mampu diseka kecuali oleh kebahagiaan yang tumbuh karena mengenang
Allah dan ketulusan berinteraksi dengan-Nya. Di dalam hati juga tedapat
kegelisahan yang tidak mampu di tenangkan kecuali dengan berhimpu kepada Allah dan pergi meninggalkan
kegelisahan itu menuju Allah. Di dalam hati, juga terdapat gejolak api yang
tidak mampu di padamkan kecuali oleh keridhaan akan perintah, larangan dan
keputusan Allah, yang diiringi dengan ketabahan dan kesabaran sampai tiba saat
perjumpaan dengan-Nya. Di dalam hati, juga ada kefakiran yang tak bisa dicukupi
kecuali dengan kecintaan kepada-Nya dan kembali kepada-Nya, serta selalu
berdzikir dan ikhlas kepada-Nya. Andai seluruh dunia ini diberikan untuk
menutupi kafakiran itu, niscaya takkan tertutupi.
Imam
Ibnul Qayyim mengatakan lagi, “Ketika orang lain bergantung pada dunia,
gantungkanlah dirimu hanya kepada Allah. Ketika orang lain merasa gembira
dengan dunia, jadikanlah dirimu gembira karena Allah. Ketika orang lain merasa
bahagia dengan kekasih-kekasih mereka, jadikan dirimu merasa bahagia dengan
Allah. Dan ketika orang-orang pergi menghadap raja-raja dan pembesar-pembesar
mereka untuk mengais harta dan mencintai mereka, jadikan dirimu betul-betul
mencintai Allah.”
Saudaraku,
Semua
itu tak mungkin bisa kita rasakan kecuali dengan penuh keimanandan keyakinan. Iman
seperti pendingin yang mengobati demam dalam diri seorang Mukmin, akibat
kegelisahan dan kerumitan hidupnya. Mukmin yang benar imannya, tidak takut
dengan kematian yang akan terjadi kapan pun Allah SWT kehendaki. Mukmin, bila
benar imannya, tidak takut kehilanga rizki karena Allah SWT telah menjamin
rizki untuknya selama hidupnya. Mukmin, jika baik keimanannya tidak bersedih
atas apa yang telah lalu dan tidak terlalu khawatir dengan masa depannya,
karena dia bersama Allah, berada dalam perawatan dan perlindungan-Nya.
Saudaraku,
Pernahkah
kita merasakan suasana-suasana seperti ini? Ketika kita merasakan sobekan,
keterasingan, kesedihan, kegelisahan, gejolak api, dan kefakiran, lalu
menemukan obatnya dalam kedekatan bersama Allah SWT?
Tidak ada komentar:
Posting Komentar