Kamis, 02 Juli 2020

“PERNAHKAH KITA MERASAKAN SUASANA INI?” KARYA M. LILI NUR AULIA

Dikutib dari Majalah Tarbawi (edisi 211 Th.11)

Jika kita seorang yang beriman. Harusnya kita bisa merasakan kebahagiaan saat shalat. Jika kita orang yang beriman. Harusnya kita merasakan suasana tenang dan teduh saat membaca lembar demi selembar Al Quranul karim, atau saat bermunajat dan berdo’a kepada Allah SWT. Jika kita orang yang beriman. Seharusnya kita sangat memberi kebaikan kepada orang lain.

Saudaraku,
Semoga Allah SWT merahmati Imam Ibnnu Taimiyyah yang mengatakan, “Aku adalah surgaku. Tamanku ada di dalam dadaku. Kemanapun aku pergi. Penjara bagiku adalah kesempatan berkhalwat dan Rabbku, kematian bagiku adalah mati syahid, pengasingan bagiku dari negeriku adalah wisata.” Seorang shalihin pernah juga mengatakan hal yang senada. Katanya, “Demi Allah, kami selalu dalam bahagia,  yang bila anak-anak raja mengetahuinya niscaya mereka akan menguliti kami untuk mendapatkan kebahagiaan itu dengan pedang.”
Renungkanlah tentang kebahagiaan itu. Tentang apa yang menjadi penyebab kebahagiaan ada dalam diri kita. Kita bisa mencari kebahagiaan itu di pemakaman, karena di sana kita akan mensyukuri nikmatnya diberi kehidupan. Kita bisa mencari kebahagiaanitu di rumah sakit, agar kita bersyukur diberikan kesehatan. Atau, kita bisa mencari kebahagiaan itu dari orang yang sedang tersesat dan lalai. Lihatlah guratan wajahnya. Lalu kita bisa mensyukuri bila kita berada dalam jalan yang lurus. Renungkanlah firman Allah SWT, “Sungguh sedikit dari hamba-hamba-Ku yang bersyukur…”
Ternyata, kita lebih banyak berfikir tentang apa yang kurang, dari apa yang telah ada….

Saudaraku,
Ketenangan hati, adalah bagian terpenting dari nikmat Allah kepada kita orang-orang beriman. Sebab dengan ketenangan hati dan keteduhan jiwa itu, akan lahir banyak sekali pendrong kebaikan dan suasana senang dan bahagia. Kita, bisa bahagia dengan nilai kehidupan dan keyakinan kita kepada Allah SWT serta janji-Nya. Bila hati dan jiwa kita tenang, maka itulah benteng yang akan memelihara hati kita dari syaitan. “Orang-orang yang beriman dan tentram hati mereka dengan dzikirullah. Ketahuilah, hanya dengan dzikirullah hati bisa tenang.” (QS. Ar Ra’d : 28)

Saudaraku,
Basahi lidah kita dengan dzikirullah. Ada banyak dzikir yang bisa menjadikan kita bahagia, ridha, tentram, membukakan pintu-pintu rezeki dan keberhasilan. Selalulah berlindung dan kembali kepada Allah SWT dalam semua hal. Karena hanya Dialah yang menjadi tempat perlindungan yang Maha menaungi. Allah SWT saja yang memudahkan jalan hidup ini menuju kebaikan. Dengarkanlah bagaimana suasana hati seorang shalih yang terungkap dala kata-katanya, “Ada waktu-waktu yang aku lewati, dimana aku mengatakan dalam kondisi itu, “Seandainya ahli surga berada dalam kondisi kebahagiaan seperti diriku saat ini, sungguh mereka dalam kehidupan yang sangat menyenangkan.” Itulah bukti keimanan sejati. Keimanan yang likukiskan oleh Imam Ibnul Qayyim rahimahullah dalam kitab Madarij As Saalikin dengan perkataannya, “Sesungguhnya dalam hati terdapat sebuah sobekan  yang tidak bisa dijahit kecualli dengan menghadap penuh kepada Allah. Di dalamnya juga ada sebuah keterasingan yang tak mampu diobati kecuali dengan menyendiri bersama Allah. Di dalam hati juga ada sebuah kesedihan yang tidak pernah berhenti yang tidak akan mampu diseka kecuali oleh kebahagiaan yang tumbuh karena mengenang Allah dan ketulusan berinteraksi dengan-Nya. Di dalam hati juga tedapat kegelisahan yang tidak mampu di tenangkan kecuali dengan berhimpu  kepada Allah dan pergi meninggalkan kegelisahan itu menuju Allah. Di dalam hati, juga terdapat gejolak api yang tidak mampu di padamkan kecuali oleh keridhaan akan perintah, larangan dan keputusan Allah, yang diiringi dengan ketabahan dan kesabaran sampai tiba saat perjumpaan dengan-Nya. Di dalam hati, juga ada kefakiran yang tak bisa dicukupi kecuali dengan kecintaan kepada-Nya dan kembali kepada-Nya, serta selalu berdzikir dan ikhlas kepada-Nya. Andai seluruh dunia ini diberikan untuk menutupi kafakiran itu, niscaya takkan tertutupi.
Imam Ibnul Qayyim mengatakan lagi, “Ketika orang lain bergantung pada dunia, gantungkanlah dirimu hanya kepada Allah. Ketika orang lain merasa gembira dengan dunia, jadikanlah dirimu gembira karena Allah. Ketika orang lain merasa bahagia dengan kekasih-kekasih mereka, jadikan dirimu merasa bahagia dengan Allah. Dan ketika orang-orang pergi menghadap raja-raja dan pembesar-pembesar mereka untuk mengais harta dan mencintai mereka, jadikan dirimu betul-betul mencintai Allah.”

Saudaraku,
Semua itu tak mungkin bisa kita rasakan kecuali dengan penuh keimanandan keyakinan. Iman seperti pendingin yang mengobati demam dalam diri seorang Mukmin, akibat kegelisahan dan kerumitan hidupnya. Mukmin yang benar imannya, tidak takut dengan kematian yang akan terjadi kapan pun Allah SWT kehendaki. Mukmin, bila benar imannya, tidak takut kehilanga rizki karena Allah SWT telah menjamin rizki untuknya selama hidupnya. Mukmin, jika baik keimanannya tidak bersedih atas apa yang telah lalu dan tidak terlalu khawatir dengan masa depannya, karena dia bersama Allah, berada dalam perawatan dan perlindungan-Nya.

Saudaraku,
Pernahkah kita merasakan suasana-suasana seperti ini? Ketika kita merasakan sobekan, keterasingan, kesedihan, kegelisahan, gejolak api, dan kefakiran, lalu menemukan obatnya dalam kedekatan bersama Allah SWT?

Tidak ada komentar: