Kamis, 13 Agustus 2020

“HANYA KARENA RAHMAT ALLAH SWT”

“HANYA KARENA RAHMAT ALLAH SWT” KARYA M. LILI NUR AULIA

Dikutib dari Majalah Tarbawi (edisi 195 Th.10)

Jika kita merasa mendapat hambatan dan halangan saat kita bisa melakukan kemaksiatan. Bersyukurlah. Jika kita pernah berencana melakukan dosa tapi kemudian ada kesulitan atau halangan untuk kita melakukannya. Istigfarlah, dan bersyukurlah kepada Allah SWT. Jika pernah dibentangkan di hadapan kita kesempatan untuk melakukan dosa, tapi kemudian kita urung melakukan dosa itu karena alasan apapun. Terrsungkurlah, sujud dan pujilah Allah SWT atas ke Maha Kasih Sayang-Nya. Mohonkanlah ampun kepada-Nya. Itu adalah, semata-mata karena Rahmat atau Kasih Sayang Allah SWT. Pintalah agar Kasih Sayang-Nya itu tak pernah meniggalkan kita, selam-lamanya.

Saudaraku,

Ada banyak ragam dosa dan kemaksiatan yang berulang kali kesempatan kita melakukannya. Bisa kemaksiatan dalam perbuatan anggota tubuh, termasuk keaksiatan dalam ucapan. Juga kemaksiatan jiwa dan hati, yang biasanya sulit dideteksi dan sulit kita rasakan. Dosa berburuk sangka pada orang lain, dosa merasa iri dan dengki dengan kenikmatan yang dipeoleh orang lain, dosa menanam dendam dan kebencian kepada orang lain, dosa lintasan fikiran untuk melakukan kemaksiatan dan dosa yang bisa mengawali perbuatan dosa hingga dosa besar. Tanpa Kasih Sayang Allah SWT, tanpa rahmat Allah SWT, yang menghalangi, menghambat kita dari dosa, pasti banyak sekali urut-urutan dosa yang sudah kita lakukan.

 

Saudaraku,

Ke Maha Kasih Sayangan Allah SWT itu sebenarnya, sudah disampaikan Rasulullah SAW, dalam hadits Qudsi, bahwa Allah SWT berfirman, “Aku sebagaimana prasangka hamba-Ku kepada-Ku dan aku bersamanya selama ia mengingat-Ku dalam dirinya, maka Aku pun akan mengingat-Nya di dalam diri-Ku, jika ia menyebut-Ku di hadapan manusia, maka Aku pun akan menyebutnya di hadapan makhluk yang lebih baik daripada mereka. Jika ia mendekat kepada-Ku satu jengkal, maka Aku pun akan mendekat kepada-Nya sejauh satu hasta, jika ia mendekat kepada-Ku satu hasta, maka Aku akan mendekat kepadanya sepanjang satu depa, jika ia mendekat kepada-Ku dengan berjalan, maka Aku akan mendekat kepadanya dengan berlari-lari kecil.” (HR. Bukhari dan Muslim).

Perhatikanlah bagaimana Maha Kasih Sayangnya Allah SWT dalam hadits itu. Bahkan melalui hadits itu, kita diberitahu bahwa Allah SWT bukan hanya Maha Kasih Sayang, tapi juga Maha Bersyukur terhadap ketaatan yang kita lakukan. Maha Bersyukur itu artinya, sejumput ketaatan, selalu berbalas sesuatu yang lebih baik dari yang kita lakukan. Sedikit kedekatan dan ketundukan yang kita lakukan, selalu dibalas dengan kedekatan yang lebih dekat dan lebih cepat. Allah benar-benar Maha Kasih Sayang kepada kita.

 

Saudaraku,

Sekali lagi, Allah SWT sungguh Maha Sayang. Allah SWT sungguh Maha Murah. Sudah berapa banyak kemaksiatan dan dosa yang kita lakukan, bila tanpa kedekatan, kecintaan, pertolongan Allah SWT? Sudah seperti apa tingginya tumpukan dosa yang sudah kita lakukan, tanpa kehadiran Allah SWT yang menjaga kita sehingga kita tidak melakukan kemaksiatan, dosa yang sangat mungkin kita lakukan?

Dengan kondisi kita merasa banyak lalai dengan perintah Allah SWT. Dalam keadaan kita masih banyak melakukan kemaksitan dan dosa, tetap saja masih ada orang yang memberi hormat. Padahal, kita tahu itu merupakan penghormatan yang tidak beralasan. Pemuliaan yang tidak pada tempatnya. Kekaguman yang justru membuahkan rasa miris karena tidak sesuai dengan keadaan yang sangat diketahui oleh diri sendiri. Karena diri sendiri sangat bisa meraba, ada banyak dosa yang tidak ditutupi dan tak diketahui oleh orang lain.

 

Saudaraku,

Selama jiwa kita bersih, maka jiwa itu akan sensitif tentang keadaannya. Ia bisa bersifat seperti cermin, sehingga kita bisa memiliki informasi yang benar tentang kondisi hati. Jika jiwa ini belum kusam oleh debu, ia akan memberikan informasi yang jujur tentang diri sendiri. Semoga hati kita masih bisa berfungsi memberi informasi yang benar dan jujur tentang diri sendiri.

Menurut Ibnul Qayyim rahimahullah, dalam Al Waabl Ash Shaib, kejujuran yang datang saat kita mengevaluasi dan memeriksa kekurangan dalam diri itu, akan memunculkan rasa rendah, rasa tak berdaya, rasa sangat membutuhkan dan sikap taubat di setiap waktu. Seseorang akan selalu memandang diri adalah orang yang merugi dan tak memili apa-apa. Sedangkan pintu paling dekat seorang hamba kepada Allah adalah ketika ia merasakan al iflas, rasa sama sekali tak berdaya di mana ia tidak memandang dirinya memiliki apapun yang bisa dijadikan sandaran dan tempat bergantung.”

Ia melanjutkan, “Ubudiyah (penghambaan) berputar pada dua prinsip utama, hubbun kaamil (kecintaan total) dan dzillun tamm (kehinaan sempurna). Dari dua hal inilah akan memunculkan sikap menyadari kenikmatan hingga membuahkan cinta dan sikap selalu  memperhatikan aib dan kekurangan diri.

 

Perhatikan ucapannya lagi saudaraku,

“Jika seorang hamba telah bisa melandasi hubungannya dengan Allah diatas dua prinsip ini, maka musuh takkan mampu menaklukkannya kecuali sangat sedikit saja. Ia akan cepat dibangkitkan oleh Allah SWT dan tersadar dengan rahmat-Nya….. Sekejap saja ia berpaling, aka terasa kerugian besar yang takkan terbayar kecuali kembali kepada Allah SWT dan merasakan rahmat Allah SWT…”

 

Saudaraku,

Mari tuntuk setunduk-tunduknya di hadapan Allah SWT. Mari tanam dan rawat cinta kepada-Nya agar semakin kuat dan semakin dalam. Agar taka da yang bisa mengalahkan dan menyimpangkan kita di sini. Agar kita bisa menjemput rahmat-Nya. Rahmat yang sungguh luar biasa. Rahmat yang membawa kita segera terdasar dari bencana kemaksiatan yang menghancurkan Rahmat yang menyelamatkan kita dari keadaan yang bisa membunuh dan menghilangkan segala kenikmatan yang telah ada.

Tidak ada komentar: