Jumat, 18 September 2020

“INGATLAH KEKURANGAN DIRIMU”

“INGATLAH KEKURANGAN DIRIMU” KARYA M. LILI NUR AULIA

Dikutib dari Majalah Tarbawi (edisi 243 Th.12)

 

Andai kita bisa lebih meliat kekurangan dan aib kita sendiri, kita pasti takkan mungkin disibukkan dengan kekurangan dan aib orang lain. Sederhana saja. Kebalikannya, jika kita jeli dan banyak sibuk dengan kekurangan dan aib orang lain, kita pasti akan sulit meraba dan melihat aib dan kekuranagn diri sendiri.

Saudaraku,

Memperhatiakn dan lebih melihat kekurangan diri ketimbang orang lain adalah perintah Allah SWT. “Setiap jiwa bertanggung jawab apa yang diperbuatnya,” demikian arti firman Allah dalam surat Al Muddatsir ayat 38. Apa manfaat yang bisa kita rasakan, bila firman Allah ini kita terapkan dengan lebih banyak melihat, menengok, memperhatikan, meneliti kekurangan diri ketimbang orang lain? Jawabannya adalah perasaan tenang, jiwa yang damai dan mudah mendapat kecintaan dan penerimaan orang lain.

Sebaliknya, orang yang lebih sibuk dengan aib dan kekurangan orang lain ketimbang diri sendiri, pasti sulit merasakan hati yang damai dan tenang. Itu akibat karakter yang suka mencari-cari kesalahan orang, membicarakan kekurangan orang, menyebarkan aib orang. Akibatnya, orang lain pun akan cenderung sulit menyukai orang tersebut. Efek lainnya, orang yang suka mencari-cari kesalahan orang lain, akan mendorong orang untuk juga mencari kesalahan dan aib-aibnya, bahkan kesalahan yang dilakukan di ruang tersembunyi sekalipun.

Saudaraku,

Seorang ulama asal Mesir, Syaikh Muhammad bin Ismail Al Muqaddam menegaskan sisi lain yang penting dalam masalah ini. Menurutnya, sikap selalu melontarkan kritik dan selalu melihat kesalahan orang lain, adalah indikasi kelemahan pribadi yang bersangkutan. “Orang yang memandang dirinya tidak bernilai, biasanya melihat kesalahan orang lain begitu besar. Karena itu, sebenarnya tampilan kepribadian seseorang itu bisa diukur dari sikapnya dalam masalah ini. Bila ia dikenal dengan orang yang sibuk membicarakan besarnya kesalahan orang lain dan mencela banyak orang, sebenarnya itu adalah cermin yang memantulkan bahwa diri orang itu sedang merasakan kecil, tidak berdaya tak memiliki nilai. Ia yakin bahwa dirinya tidak akan bisa lebih baik kecuali dengan berdiri di atas kekurangan orang lain dan karenanya selalu berusaha menghancurkan orang lain. Iapun selalu memperbanyak kritik terhadap banyak orang dan meneybutkan kekurangannya. Sekali lagi, ini merupakan cermin yang sebenarnya menampilkan bahwa dirinya sedang merasa kerdil dan kurang percaya diri,” demikian ungkapan Syaikh Al Muqaddam.

Seperti yang dikatakan Muhammad bin Sirin rahimahullah yang pernah mengatakan, “Suatu saat kami membicarakan bahwa orang yang paling banyak salahnya adalah orang yang paling banyak membicarakan kesalahan orang lain.”

Saudaraku,

Masalah kecenderungan untuk mencari aib dan kekurangan orang lain, disinggung dalam hadits Rasulullah SAW, “Seseorang dari kalian ada yang melihat kotoran di mata saudaranya, tapi tidak bisa melihat kotoran di matanya sendiri.”

Ada banyak efek rangkaian keburukan yang muncul akibat sikap sibuk membuka dan mencari kesalahan orang lain. Misalnya, sikap itu mau tidak mau akan mendorong seseorang untuk melakukan ghibah. Sedangkan Malik bin Dinar rahimahullah  mengatakan, “Cukuplah seseorang berdosa bila ia tidak menjadi orang shalih kemudia ia duduk di satu majelis dan bicara tentang kekurangan orang-orang shalih.”

Saudaraku,

Perkataan para salafushalih mencerminkan bagaimana mereka sangat hati-hati dalam sosial ini. Mereka sangat sibuk dengan kekurangan diri mereka sendiri, bahkan memandang diri mereka seluruhnya dalam pandangan merendah meski sesungguhnya mereka mulia. Mereka khawatir bila membicarakan tentang kekurangan orang, justru merekalah nantinya yang akan ditimpa ujian dengan kekurangan yang mereka bicarakan itu. Itu sebabnya, Rabii bin Haitsam rahimahullah ketika ditanya, “Mengapa kami tidak melihatmu tidak pernah membicarakan kekurangan dan kesalahan orang lain? Ia menjawab, “Aku merasa belum ridha dengan kondisi diriku sendiri sehingga tidak bisa membicarakan kesalahan orang lain.” Itulah juga yang dikatakan oleh Al A’masy, “Aku mendengar Ibrahim mengatakan, “Aku melihat sesuatu dan aku tidak menyukainya. Tapi aku tidak boleh membicarakan orang yang melakukan itu, karena aku khawatir diuji dengan keburukan yang sama.”

Saudaraku,

Mari kita perhatikan lebih jauh kehidupan salafushalih dari dialog yang terjadi di antara mereka. Salah seorang mereka mengatakan pada saudaranya, “Saudaraku, aku mencintaimu karena Allah.” Saudaranya menjawab, “Andai engkau tahu apa yang ada pada diriku sebagaimana aku mengetahui apa yang ada pada diriku, engkau justru akan membenciku karena Allah.” Lalu saudaranya itu mengatakan, “Jika aku tahu apa yang ada dalam dirimu sebagaimana engkau tahu tentang dirimu, niscaya berdasarkan apa yang aku ketahui itu pasti aku lebih disibukkan dengan apa yang aku ketahui tentang diriku sendiri, daripada aku kemudian membencimu.”

Saudaraku,

Kita harus sadar, bahwa dalam diri ini ada banyak dan lebih banyak kekurangan yang kita miliki dari apa yang kita lihat dari diri orang lain. Jangan biarkan pintu ghibah terbuka.  Jangan biarkna buruk sangka berkembang di antara saudara lantaran kita sibuk terhadap kekurangan sesama. Jangan diamkan, bila keinginan dan kecenderungan kita membicarakan aib dan kekurangan orang lain, menjadikan peluang aib dan kekurangan kita terebuka di hadapan orang banyak.

Saudaraku,

Dengarkan nasehat Ibnu Abbas radhiallahu anhu, “Bila engkau ingin menyebutkan aib dan kekurangan temanmu, ingatlah aib dan kekurangan dirimu.”

Tidak ada komentar: