Selasa, 02 Februari 2021

KARENA ALLAH SWT MERAHASIAKANNYA

“KARENA ALLAH SWT MERAHASIAKANNYA” KARYA M. LILI NUR AULIA

Dikutib dari Majalah Tarbawi (edisi 274 Th.13)

 

Sudah menjadi ketetapan Allah, dosa dan kesalahan yang kita lakukan sedikit sekali diketahui orang lain. Berbagai kekurangan dan aib yang ada pada diri kita, lebih banyak hanya kita yang tahu dibandingkan orang selain kita. Kejahatan dan keburukan yang banyak kita lakukan itu, sedikit saja yang terbongkar dan diketahui orang lain. Itulah takdir Allah SWT di samping kenyataan bahwa semua kita adalah manusia yang banyak memiliki kesalahan dan dosa. Tapi yang banyak itu, ditakdirkan, tersemunyi.

Saudaraku,

Sadarilah karunia dan rahmat Allah SWT dalam hal ini kepada kita. Seandainya, kekurangan dan dosa yang kita lakukan itu lebih banyak yang diketahui orang lain. Jika, kejahatan dan keburukan yang ada pada diri kita itu, banyak yang terungkap di mata orang lain. Apa yang terjadi? Tak ada kasih sayang lagi di antara kita. Tak kan ada lagi tolong menolong di antara kita. Akan menyebar kebencian dan permusuhan, berawal dari ketidaksukaan dan ketidakpercayaan antara sesame kita. Karena kita semua saling tidak suka, saling membenci, saling menjauhi, disebabkan dosa dan keburukan kita diketahui.

Mari syukuri nikmat dan kondisi yang mungkin jarang kita sadari ini. Sebagaimana digambarkan Rasulullah SAW, “Sesungguhnya Allah SWT itu Pemalu dan Tertutup, menyukai sikap malu dan menutupi.”(1) Termasuk konsekwensi sunnah Rabbaniyah ini adalah, jika ada seseorang yang terlanjur melakukan kemaksiatan, Allah SWt akan tetap memuliakannya dengan menutupi aib dan kemaksiatannya itu dari orang lain. Orang itupun harus merahasiakan kekurangan dan dosa yang dilakukannya dari orang lain. Tidak membicarakan kekeliruannya itu kepada orang lain. Bahkan bila kesalahan dan dosa yang dilakukan itu sebenarnya bisa atau layak mendapatkan hukuman hudud. Seperti itulah pelajaran yang bisa kita ambil dari hadits tentang Ma’iz radhiallahu anhu yang datang kepada Rasulullah SAW mengakui dosa yang dilakukannya, yang menyebabkannya harus mengalami hukum hudud. Rasulullah SAW memnitanya untuk mendatangkan saksi dua orang, tiga orang atau empat orang dahulu.

Saudaraku,

Dari kenyataan ini, kita pasti akan mengerti dan menerima, bahwa sesungguhnya tak satupun dari kita yang layak mendapat pujian dan penghormatan sebenarnya. Kalaupun ada makhluk yang memberi pujian pada kita, tetap saja sesungguhnya kita tidak pantas dipuji. Sebabnya sederhana sekali, karena kebanyakan aib, kekurangan dan dosa yang kita lakukan tidak banyak yang diketahui orang lain. Kesalahan dan maksiat yang ada pada diri kita, sedikit sekali yang disadari oleh orang lain.  Yang lebih banyak mereka tahu adalah, kebaikan, kelebihan, keutamaan dan semacamnya. Itu yang lebih banyak mereka kenal dan karenanya, mereka lalu memebrikan pujian pada kita.

Siapa yang lebih tahu tentang hakikat kita sebenanya ketika mendapat pujian makhluk? Yang lebih tahu kondisinya, kita sendiri, yang mendapatkan pujian itu. Kita lah yang mengenal kekurangan dan dosa yang kita lakukan. Renungkanlah firman Allah SWT dalam surat Al Qiyamah ayat 14 dan 15: “Akan tetapi manusia itu sangat mengetahui tentang dirinya sendiri. Meskipun mereka tetap menyampaikan argumentasinya.”

Saudaraku,

Lalu bagaimana seharusnyakita menyikapi pujian yang kita terima? Sikap terbaik itu adalah ketika kita menjadikan pujian tersebut sebagai sesuatu peringatan terhadap kekurangan dan dosa yang ada pada diri kita. Semakin dipuji, semakin menyadari aib dan berbagai kelapaan yang dimiliki diri kita. Kian menyadarkan bahwa  Allah SWT Maha Rahmah, Maha Kasih sayang karena menyembunyikan dan menutupi kekurangan dan dosa kita itu dari pandangan makhluk-Nya. Jadi pertahankan dan benteng yang menjamin kita tidak larut oleh pujian dan penghormatan makhluk adalah, kesadaran kita terhadap realitas kekurangan dan aib yang kita punyai.

Saudaraku,

Inilah yang menjadi inti hikmah Ibnu Athaillah, “Orang-orang yang memujimu adalah hanya karena dugaan mereka terhadap dirimu. Sedangkan engkau, jadilah selalu sebagai orang yang mencaci dirimu sendiri, karena dirimulah yang lebih mengetahui tentang dirimu sendiri.” Saat menerangkan kata-kata hikmah ini, Syaikh Ramadhan Al Buthi menyebutkan, “Maka ketika engkau mendengar pujian dari orang lain kepadamu, ingatlah nikmat Allah SWT yang begitu agung, Allah SWT yang telah memuliakanmu lalu puji dan bersyukurlah kepada-Nya… Ketahuilah, jika Allah SWT buka sedikit  saja dari kekuranganmu yang sangat banyak itu, niscaya tak ada orang yang mau memberikan pujian dan penghormatan padamu…”

Tidak ada komentar: